Semua orang klaim punya hak ulayat di Nabire, Sambena Inggeruhi; enam suku pesisir harus punya panglima perang

Sambena Inggeruhi dalam Mubes Masyarakat Saiseri II, Sabtu (11/02/2023). – Bumiofinavandu.

Nabire, Bumiofinavandu –  Juru Bicara Suku Besar Yerisiam Gua, Sambena Inggeruhi, mengatakan, semua orang dari berbagai suku akan mengklaim bahwa dia adalah masyarakat asli Nabire.

“Hanya di sini (Nabire), semua orang bisa bilang bahwa dia adalah orang asli Nabire, ditempat lain tidak ada,” kata Inggeruhi dalam Musyawarah Besar (Mubes) masyarakat adat Saireri II Nabire yang dilaksanakan oleh Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Nabire pada Sabtu (11/02/2023) kemarin.

Bacaan Lainnya

Sementara jika di wilayah lain seperti Biak, Jayapura dan Lainnya, orang Nabire tentunya tahu diri bahwa itu adalah wilayah orang.

Sehingga bukan berarti bahwa orang yang datang dan hidup di Nabire ikut mengklaim bahwa dia memiliki hak sebagai pemilik hak ulayat di daerah ini.

“Tidak ada seperti begitu,” tegasnya.

Sehingga menurut Dia, rekrutmen anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah harus dilakukan berdasarkan kultur dan benar-benar merupakan anak asli Nabire sebagai pemilik hak ulayat.

Ia bersebapat dengan tokoh masyarakat adat Nabire lainnya agar proses rekrutmen anggota MRP PT didasari oleh kultur dan budaya, sehingga benar-benar mengakomodir masyarakat Saireri di pesisir Nabire.

“Jadi saya sepakat untuk rekrutmen didasari oleh kultur, dan bukan berdasarkan Kabupaten,” tuturnya.

Inggeruhi, juga mengusulkan kepada enam kepala suku di Nabire dan LMA, untuk membentuk panglima perang di masing-masing suku, sebagai bagian daripada struktur adat sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyang terdahulu.

Sebab nenek moyang pada jamannya memiliki panglima panglima perang. Tugasnya untuk menjaga batas tanah dan masyarakatnya.

Enam suku tersebut antara lain, Suku Besar Yerisiam Gua, Suku Yaur, Suku Besar Wate, Suku Mora dan Suku Goa serta Suku Umari.

“Ini yang hilang dari kita selama ini. kita harus aktifkan kembali panglima perang untuk enam suku. Tugasnya untuk menjaga tanah dan masyarakatnya. Jadi maksudnya ini bukan untuk kita perang, tapi menjaga tatanan adat di masing-masing suku,” pungkasnya.

Lanjut Inggeruhi, Provinsi Papua Tengah terdiri dari beberapa wilayah adat. Yakni Saireri (Nabire pesisir dan Nabire Gunung, Siriwo, Dipa Menou), Meepago (Dogiyai, Deiyai dan Paniai serta Intan Jaya), Bomberai (Mimika).

Sehingga Gubernur dan Provinsi Induk (Papua) diminta untuk segera melakukan pemetaan dan pengakuan wilayah adat di Provinsi Papua Tengah. Sebab perekrutan anggota MRP merupakan bagian dari kultur di Tanah Papua.

Apalagi MRP tidak mengangkut dalam politik praktis namun politik kultur di Papua sebagai lembaga.

“Dan Nabire termasuk dalam dua wilayah adat yakni Saireri dan Meepago. Sebab rekrutmen MRP berkaitan dengan kultur, kita di Nabire itu ada dua wilayah Kultur, termasuk di Mimika itu masuk Bomborai. Ini harus dipetakan, kita jangan rekrutmen digiring berdasarkan Kabupaten tapi Kultur,” pungkasnya.[*]

Dapatkan update berita Bumiofinavandu.com dengan bergabung di Telegram. Caranya muda, Anda harus menginstall aplikasi Telegram terlebih dulu di Android/Ponsel lalu klik https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Atau dapatkan juga di medsos (Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Tiktok) dengan nama akun Warta Bumiofi.

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

11 Komentar

  1. Ping-balik: ytmp4
  2. Ping-balik: more
  3. Ping-balik: click here to read
  4. Ping-balik: faw99