Ilustrasi – Foto/Pixabay.com |
Cerita ini terjadi beberapa tahun silam. Suatu hari ketika liburan sekolah, saya dan kawan-kawan bertamu ke salah satu rumah.
Asyik cerita sana-sini. Ganda-ganda dalam bahasa kami.
Tiba-tiba kami dikejutkan oleh bunyi ayam jantan. Sepertinya ditangkap tuannya.
Kala itu pas jam makan siang, sekitar jam 12 atau jam 1 siang.
“Eokk,, eokkk!!!”
“Kawan, itu ayam untuk lauk makan siang,” bisik salah satu kawan.
“Kalau begitu kita pamit pulang (dalam hati berharap agar si tuan rumah mencegah sehingg bisa makan siang sama-sama),” kawan satunya menjawab.
“Baiklah. Kita pasang jurus,” timpal kawan lainnya.
Beberapa menit kemudian seorang ihu datang. Sebut saja Ibu Regina, istri tuan rumah.
“Ibu, tidak usah sibuk-sibuk tangkap itu ayam buat makan siang. Kami pamit pulang dulu!!”
Kata tiga sahabat ini kompak.
“Oh, sorry Nana. Ini ayam bukan untuk dipotong buat makan siang, tapi untuk dijual ke pasar,” jawab sang ibu.
Tiga sahabat ini langsung muka merah memang. Ilong. Skor satu-kosong. Masalah selesai.
Lalu tiga sekawan pasang jurus. Cepat-cepat pulang karena “kemaluan” sudah membesar.(Red, De Lomes Rene Foi)
8 Komentar