Nabire, Bumiofinavandu – Romo Wylly Suhendra, SJ dalam homilinya mengungkapkan bahwa perayaan Kamis Putih memiliki banyak maknanya, yaitu sebagai pesta perpisahan Tuhan Yesus bersama para murid-Nya. Sebagai tanda bahwa Tuhan dengan kerendahan hati-Nya ingin memberikan teladan kepada para murid, sebagai tanda warisan Tuhan yang berharga yakni warisan perayaan ekaristi.
“Juga perayaan Kamis Putih sebagai tanda Tuhan di puncak perutusan-Nya yang memasuki sengsara, wafat hingga kebangkitan-Nya,” ungkap Romo Wylly saat memimpin misa Kamis Putih, Kamis (28/03/2024) malam.
Ia mencontohkan sebuah kisah menarik. Dimana menurutnya dalam beberapa waktu sebelumnya, siswa-siswi kelas XII atau kelas 3 SMA baru saja selesai mengikuti ujian Sekolah. Kemudian sambil menunggu hasil ujiannya, mereka lalu disibukkan dengan mempersiapkan acara perpisahan.
“Dimulai dari menentukan tanggal, bagaimana jalannya dan persiapannya. Sebab Perpisahan ini menandakan bahwa mereka akan lepas dan keluar dari SMA setelah lulus nanti, yang menandakan bahwa mereka sedang menuju suatu babak baru dalam kehidupannya,” kisah Romo.
“Perjalanan selanjutnya, mereka (siswa-siswi) ini akan ke mana? Apakah akan melanjutkan pendidikan, atau sampai di sini (SMA), ataukah langsung mencari pekerjaan dan sebagainya? Intinya mereka akan masuk ke dalam tahap hidup selanjutnya yang baru,” sambungnya lagi.
Dijelaskan, sama halnya dengan yang sedang dialami atau dilakukan oleh Yesus kepada muridnya. Bahwa Dia sedang mempersiapkan muridNya untuk memasuki tahap hidup mereka yang baru, yang tidak akan bersama dengan-Nya lagi.
Tahap ini dimana muridnya akan berjalan sendiri. Menghadapi tantangan yang baru, ketakutan yang mereka hadapi tanpa Yesus. Bila mencoba membayangkan semua itu, maka ada satu peribahasa yakni harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Pertanyaannya, apa yang akan dilakukan Yesus sebelum meninggalkan muridNya??
Tak lain adalah Ia (Yesus) ingin meninggalkan sesuatu kepada murid-murid-Nya. Dengan mengundangnya dalam satu perjamuan kudus dan membasuh kaki mereka (para murid-Nya).
“Ketika seseorang akan mati, maunya dikenang sebagai apa? Kisah sengsara ini perlu direnungi, bagaimana kehidupan kita, dan bagaimana yang akan atau sudah kita lakukan. Sebab orang dikenang setelah mati, bukan tentang matinya seperti apa. Tetapi bagaimana ia menjalani kehidupannya. Jadi malam perjamuan terakhir merupakan malam Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya untuk hidup tanpa Dia,” pungkas Romo Wylli.
Kamis Putih
Dalam Bahasa Belanda, Witte Donderdag atau Kamis Putih, merupakan hari Kamis sebelum Paskah. Di mana umat Katolik dalam tradisinya Perjamuan terakhir sebagaimana Yesus melakukan-Nya bersama para murid. Hal ini sebagai salah satu hari terpenting dalam kalender gereja Katolik yang adalah hari pertama dari hari raya Paskah dan dimulai di sore hari.
Pada saat misa berlangsung, imam atau Pastor akan mencuci kaki 12 umatnya. Hal ini menandakan peringatan Yesus saat malam terakhir di tengah-tengah para rasul, sebelum ditangkap dan disalibkan.
Maka dalam pelayanan Kamis Putih secara gereja Katolik, dapat dikenang peristiwa-peristiwa di mana Yesus mendekati. Suatu peristiwa yang sangatlah bermakna dan penting.
Pengenangan akan Yesus di malan ini merupakan terakhir kalinya berbagi roti paskah dengan para murid. Hal ini juga sebagai tanda dari keteladanan Yesus bagi pengikutNya, serta pengenangan akan pengkhianatan yang dilakukan Petrus dan juga Yudas.
Perayaan Kamis Putih, juga merupakan peran Yesus yang datang ke dunia untuk membawa terang. Sebab terang Allah adalah terang dari penciptaan terang Kristus, yang mana di dalam terang Kristus, manusia menemukan sebuah pesan yakni melayani.
Pembasuhan kaki
Kaki manusia menginjak debu/tanah, pembasuhan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan oleh orang Yahudi pada zaman Yesus. Dan perintah untuk melakukan pembasuhan kaki ini hanya terdapat dalam injil Yohanes.
Pembasuhan kaki dilakukan Yesus sebagai guru kepada murid-Nya. Hal ini sebetulnya tidak layak dilakukan oleh seorang Guru. Karena pembasuhan kaki hanya dilakukan oleh budak terhadap majikannya, inilah hal yang berbeda dari sang juru selamat. Sebagai simbol keteladanan-Nya, yakni untuk merendahkan diri dan melayani.
Tindakan ini juga sebagai simbol penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, dan ibadah. Penyerahan diri yang dimaksudkan adalah penyerahan diri Yesus dalam kematian untuk “menebus dosa dan membersihkan diri.
Ibadah tersebut dihadiri hampir seribu lebih umat Katolik di Paroki Kristus Sahabat Kita (KSK), memadari gereja di Bukit Meriam Jalan Jend. Soedirman Karang Mulia – Nabire.
Banyaknya umat tersebut untuk mengikuti misa Kamis Putih dan perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridnya (Pembasuhan Kaki 12 Rasul/Murid Yesus) yang dipimpin oleh Romo Wylly Suhendra, SJ didampingi Romo Peter, SJ.
Misa berjalan penuh hikmat, dengan menghadirkan tiga bacaan, pertama; diambil dari Kitab Keluaran tentang “Ketetapan tentang Perjamuan Paska (Kel 12:1-8.11-14). Kedua, bacaan dari surat pertama rasul Paulus kepada umat di korintus, “ Setiap kali kamu makan dan minum, kamu mewartakan wafat Tuhan” (1Kor 11:23-26)). Serta bacaan ketiga diambil dari Injil Yohanes, “ Ia mengasihi mereka sampai saat terakhir” (Yoh 13:1-15).[*]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Bumiofinavandu.com”, caranya klik link https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Jangan lupa install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Its like you read my mind You appear to know so much about this like you wrote the book in it or something I think that you can do with a few pics to drive the message home a little bit but instead of that this is excellent blog A fantastic read Ill certainly be back