Sistem pengobatan tradisional yang bertumpu pada pemanfaatan tumbuh-tumbuhan alam berkhasiat penyembuhan telah lama dikenal oleh suku-suku asli di berbagai belahan dunia. Suatu cara pengobatan yang memadukan antara pengetahuan manfaat jenis-jenis tumbuhan (juga hewan) – ketrampilan meracik obat sesuai sistem budaya dari suatu suku.
Dalam bahasa Antropologi Medis dikenal dengan sebutan Etnomedisin – Ethnomedicine. Atau Herbalmedicine dan Animalmedicine dalam istilah internasional setelah melewati proses teknologi modern.
Pada kebudayaan asli Papua, konsep etnomedisin juga telah lama dikenal dan dipraktekan dengan baik oleh semua suku-suku asli. Selain karena kemampuan orang Papua mengenal dengan baik manfaat tumbuhan liar di alam, juga ditunjang dengan potensi sumberdaya hayati yang kaya di alam. Sebagai bentuk kearifan budaya, pengetahuan ini terbukti selama –berabad-abad membuat suku-suku asli Papua mampu bertahan hidup.
Pemerintah telah mengatur dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,dalam pasal 48 diatur bahwa salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pelayanan kesehatan tradisional. Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. diatur tentang pelayanan kesehatan tradisional termasuk salah satu dari 17 jenis upaya kesehatan yang harus terselenggara secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional juga diatur pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan kesehatan. Diarahkan untuk pengembangan lingkup keilmuannya supaya sejajar dengan pelayanan kesehatan.
PENGALAMAN DAERAH LAIN
Di Makasar dibentuk Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar Pelayanan kesehatan tradisional (yankestrad) tetap diminati masyarakat Indonesia. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 31,4% penduduk memanfaatkan yankestrad. Praktek pengobatan tradisional sudah banyak disediakan.
Pelayanan kesehatan tradisional di rumah sakit dikenal dengan Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi Unit Yankestrad yang beroperasi paling lama dimulai tahun 1995 (Kota Manado) sesuai Renstra Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun2010-2014, terkait pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional/komplementer alternatif.
Renstra tersebut menargetkan 70 (tujuh puluh) unit Rumah Sakit (RS) menyediakan pelayanan kesehatan tradisional (Republik Indonesia 2010). Perkembangan yankestrad di RS cukup menggembirakan karena sampai bulan Oktober 2018 terdapat 215 RS yang sudah menyediakan yankestrad. Keberadaan yankestrad direncanakan menjadi salah satu tumpuan dalam upaya pelayanan kesehatan.
Cara pengobatan pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi dua cara yaitu menggunakan keterampilan (dalam tulisan ini yang dimaksud adalah akupunktur) dan ramuan. Pelayanan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional dimulai dari tingkat pelayanan primer, dilanjutkan ke tingkat rujukan sekunder dan tersier. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu fasyankes yang memberikan pelayanan rujukan termasuk yankestrad dari fasilitas pelayanan primer seperti puskesmas, klinik medis ataupun dokter praktek pribadi (Republik Indonesia, 2012)[1].
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen meminta kepala daerah di 35 kabupaten/kota agar memberi ruang untuk pengobatan tradisional yang memanfaatkan beragam tanaman herbal. “Ini kami dorong lagi supaya ilmu yang turun-temurun dari nenek moyang kita menjadi lebih dikenal masyarakat luas. Jangan sampai kita kalah dengan Singapura, Malaysia, India, maupun negara-lainnya yang juga memiliki tradisi pengobatan tradisional,”[2].
Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya merupakan rumah sakit pendidikan pertama di Indonesia yang memiliki poliklinik pelayanan pengobatan tradisional dan komplementer.Hal ini disampaikan oleh Dirjen. Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo dr. Sp.OG., (K). MARS. yang mewakili Menteri Kesehatan R.I dalam peresmian Poliklinik Layanan Tradisional dan Komplementer, Poliklinik Airlangga Aesthetic Center dan Integrated Digital Design Center for Medical ITS-Unair Hospital yang dipusatkan di Hall Dharmawangsa Lt.8 RSUA. Surabaya,”Sebagai Rumah Sakit Pendidikan, rumah sakit ini merupakan yang pertama di Indonesia memiliki poliklinik yang mengintegrasikan pengobatan konvensional dan tradisional dan ini bisa jadi contoh atau project,” terang Bambang Wibowo.
Harapannya, dengan model pelayanan kesehatan antara konvensional dan tradisional bisa terintegrasi sehingga bisa memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat. Regulasi pelayanan terintegrasi ini sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan, namun dilapangan tidak bisa berjalan.[3].
PENUTUP
Papua memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi, namun pemanfaatannya masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kajian terhadap jenis obat yang sudah dimanfaatkan oleh suku-suku di Papua. Padahal keberadaan suku-suku di Papua telah memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk untuk berbagai tujuan secara turuntemurun bahkan telah mengadopsi pengetahuan dari luar.
Menurut Muller (2005), orang Papua memanfaatkan 650 jenis tumbuhan, 134 famili dan 378 genera sebagai obat, bahan tali-temali, bahan membuat perahu, bahan ukiran dan bahan makanan.
Pemerintah telah mengatur dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,dalam pasal 48 diatur bahwa salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah pelayanan kesehatan tradisional.
Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. diatur tentang pelayanan kesehatan tradisional termasuk salah satu dari 17 jenis upaya kesehatan yang harus terselenggara secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional juga diatur pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan kesehatan.
Diarahkan untuk pengembangan lingkup keilmuannya supaya sejajar dengan pelayanan kesehatan. “Dengan dasar ini saya pikir di Rumah Sakit, Puskesmas atau Polik serta Balai Pengobatan di Papua mesti ada sebuah gedung atau ruangan bagi mereka yang mempunyai kemampuan atau mendapat kemampuan dari Tuhan untuk mengobati orang sakit.
Pada tahun 1990-an Bruder Allo Da Proma pernah melalukan Pengobatan Tradisional di Teruna Bakthi Waena, sehingga program ini bukannya memulai sesuatu yang baru tapi kita hidupkan kembali dan memposisikan secara tepat Pengobatan Tradisional yang merupakan Pengetahuan dalam kebudayaan dengan membangun juga Poli Poli Pengobatan Tradisional di Papua.
Dari sisi ilmiah di Papua terdapat Jurusan Farmasi di POLTEKES Kemenkes RI di Jayapura dan Jurusan Farmasi Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Cendrawasih.
Hal lain yang perlu juga adalah adanya pendampingan serta adanya sertifikasi dari Kementrian Kesehatan atau Dinas Kesehatan,[4]dan juga perlu dibuat Kebun Tanaman Obat serta Pusat Pasca Panen Tanaman Obat agar dilakukan proses Simplisia tanaman Obat di Pusat Pasca Panen Tanaman Obat.
Sumber;
[1] Suharmiati, Lestari Handayani, Zainul Khaqiqi N ” PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASIDI RUMAH SAKIT PEMERINTAH (STUDI DI 5 PROVINSI INDONESIA) Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan – Badan Litbang Kesehatan – Kemenkes RI, 2020.
[3] http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/rs-unair-surabaya-pertama-di-indonesia-miliki-poli-tradisional
[4] https://www.radarmerauke.co/pengobatan-tradisional-perlu-diintegralkan-dengan-pengobatan-di-rumah-sakit/