Satu dari Sembilan TPS di Nabire yang melakukan PSU pada Senin (14/12/2020) Silam – – Bumiofinavandu. |
Nabire, BumiofiNavandu – Sebagian masyarakat di Kabupaten Nabire-Papua berharap, proses pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan kepala daerah (pemikada) tidak mengulangi kesalahan serupa. Pasalnya, PSU pernah terjadi pada 14 Desember 2020 di Sembilan TPS. Dan kini, hal serupa jangan sampai terulang dalam PSU seluruh TPS sebagaimana yang diperintahkan Mahkama Konstitusi (MK).
“Kalau bisa, sebagai masyarakat pemili saya sangat berharap jangans ampai kesalahan serupa terulang” ujar Kurios Balleri Duwiri, Sekretaris Suku Wate Kampung Adat Oyehe. Rabu (24/32021).
Menurutnya, kelanjutan proses pemilihan Bupati Kabupaten Nabire hasil Pemilu Kepala Daerah tahun 2020 berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi RI adalah Pemungutan Suara Ulang (PSU) akibat jumlah Suara yang berbeda dengan jumlah riil penduduk kabupaten Nabire.
PSU akan dilakukan di 501 TPS yang tersebar di seluruh Kabuaten Nabire, MK memberikan tenggat waktu 90 hari kerja (3 bulan) untuk melaksanakan proses PSU yang langsung dikawal oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi Papua.
Yang artinya bahwa pasti ada pengurangan jumlah suara yang tidak sah atau suara siluman. Jadi jangan sampai ada lagi kekacauan yang mesti ditakutkan dalam proses lanjutan ini.
“Karena hanya melibatkan pemilih yang jelas statusnya. sebagai penduduk Nabire yang tentu saja sudah memiliki pemahaman lebih baik tentang demokrasi. Soal siapa sosok ideal memimpin yang diharapkan membawa kabupaten ini dalam babak berikut pembangunan yang dilahirkan dari proses ini, kembali pada pemilih,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, persoalan pro dan kontra keabsahan pemilih yang akan turut memilih dalam PSU nanti tentu saja harus sesuai dengan DPT yang sah. Lalu, tetap berpegang kepada PKPU yang mengatur tatacara pelaksanaan pemungutan suara dimaksud. Hanya saja jika berkaca kepada kenyataan yang terjadi dalam beberapa Pemilu sebelumnya. Maka yang paling nyata terjadi adalah surat undangan C6, yang tidak pernah sampai kepada pemilih tetapi menjadi komoditas yang diperjualbelikan.
Yakni, DPT yang random sehingga terjadi seorang pemilih dari kelurahan Morgo misalnya, akan menemukan namanya tertera dalam DPT di kelurahan Siriwini.
Kata Duwiri, akibatnya pemilih yang memiliki hak berdasarkan KTP dan alamat tempat tinggal harus merelakan haknya dan menunggu kelompok– kelompok pemilih yang datang dari tempat lain.
“Ini persoalan yang sering terjadi dari pemilu ke pemilu,” ungkap Duwiri.
Lanjutnya, kejadian–kejadian ini diharapkan tidak lagi terjadi pada kelanjutan proses PSU. penyelenggara wajib memberikan privilege (hak istimewa) kepada warga yang resmi mengantongi KTP Nabire. sebab para pemimpin, masyarakat dan tentu saja penyelenggara memiliki niat baik untuk kelangsungan pembangunan Nabire kedepan.
“Maka, cara paling sederhana untuk menjaga keabsahan hasil yang jujur dan adil dari Pilkada kali ini adalah hanya memberikan ruang bagi pemilih yang memiliki Identitas Kependudukan yang sah dari Kabupaten Nabire,” Warga Kelurahan morgo ini melanjutkan.
Terpisah, Warga lainnya Marthinus Taa, ikut menyarankan penyelenggara untuk tidak lagi memberikan undangan kepada pemili. Hal ini untuk menghindari penyalagunaan hal dan kewajiban baik pemili maupun penyelenggara.
Ia menyarankan agar pemili langusng menggunakan hal pilihnya dengan menunjukan identitas diri agar sesuai dengan daftar pemili tetap.
“Jadi kalau kita mau jujur, dan laksanakan dengan baik. Maka KTP adalah solusi terbaik. Sebab selama kurun waktu 10 Tahun belakangan, banyak terjadi kecurangan terutama dengan DPT dan surat undangan yang tidak sesuai KPT,” uangkap Taa.(Red)
peaceful piano music