anak-anak yang memiliki keinginan untuk belajar di Enarotali

Dua dari 115 anak yang sedang belajar di SKB Enarotali– Bumiofinavandu.

“Anak-anak itu memunyai keinginan besar untuk belajar”

Nabire, BumiofiNavandu – Nato Tekege, ingin bersekolah seperti anak-anak pada umumnya. Sehingga, saat diajak oleh Suster Mariecen Kuayo DSY, ia sangat gembira.
“Waktu Suter ajak untuk sekolah, saya laungsung mau. Karena teman-teman sekolah dan saya tidak,” kata bocah 16 Tahun itu, dibalik seluler Suster Mariecen Kuayo ketika dihubungi.
Nato adalah satu dari 115 anak yang saat ini sedang mendapatkan bimbingan belajar dari Suster Mariecen Kuayo DSY di Enarotali. Kabupaten Paniai, Provinsi Papua.
Anak-anak tersebut adalah anak yatim piatu, yang ditinggal orang tuanya. Misalnya, salah satu orang tua sudah tiada (meninggal) serta pisah pisah pasangan.
Awalnya, Mariecen Kuayo DSY membuka Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) bermula ketia Ia berpindah tugas ke Enarotali.
Idepun muncul ketika suster biara itu melihat beberapa anak setiap hari selalu bermain di jalan, terutama saat jam sekolah.
Iapun bertanya kepada beberapa anak, apakah ingin belajar. Namun bocah-bocah itu tidak langsung menjawab tetapi menunjukan isyarat bahwa mereka ingin sekolah.
Suster kemudian mengajak mereka untuk datang ke susteran keesokan harinya.
“Awal saya pindah tugas ke Enaro. Saya liat beberapa anak main di jalan padahal saat itu sedang jam belajar di sekolah. Setelah saya Tanya, mereka mau tapi malu jawab, saya tangkap romam muka bahwa mereka sebenarnya mau sekolah. Saya lalu ajak mereka besoknya untuk datang ke susteran,” kata Suster Kuayo, mengawali percakapan siang itu.
Hal itu terjadi pada pertengahan bulan juli Tahun 2020. Awal, hanya terdapat beberapa anak sekitar enam orang yang diajak untuk mendapatkan bimbingan belajar dan membaca.
Sore hari di keesokan harinya pada pertemuan itu, beberapa anak kemudian mendatangi susteran sesuai janji suster.
Kemudian, pada Tanggal 13 Juli tahun itu, adalah awal proses dengan tujuh anak. Lama kelamaan, setelah mengumumkan bahwa anak-anak yang tidak sekolah dan hanya tinggal di rumah boleh datang untuk SKB.
Prosespun dilalui dan seiring waktu berjalan sudah terdapat 115 anak dengan tujuh orang tenaga pendidik, dengan rata-rata usia anak dari lima sampai 22 Tahun.
Anak-anak itu tidak ditampung di susteran, namun mereka tinggal dengan keluarganya masing-masing. Hanya, saban hari akan datang ke SKB untuk mendapatkan proses pembelajaran.
“Jadi awalnya hanya beberapa anak, tapi sampai sekarang sudah banyak. Tiap hari anak-anak akan datang dan kami sama-sama belajar,” kata suster Kuayo.
Suster Mariecen Kuayo, DSY ketika membinbing anak-anak belajar di SKB Enarotali– Bumiofinavandu.
Untuk bulan pertama hanya satu jam belajar dari pukul 09.00-10.00 dengan tujuh orang anak dan sua orang suster. Namun, anak-anak datang bukan pukul 09.00 tetapi tepat jam 07.00 pagi.
Kini, dengan beranak maka tenaga didik sudah ditambah yakni tiga suster, ada juga guru kontrak, satu pastor dan satu SMK.
Ada empat ruangan belajar di sana menurut adik dari Pastor Kuayo ini. jadwal belajarpun dirubah dari pukul 07.00-10.30.
Awalnya, mereka diajarkan tentang menulis dan memperkenalkan huruf selama enam bulan. Sedangkan untuk membacanya baru dimulai sejak Januari 2021 silam.
Untuk belajar hanya empat hari dari senin hingga kamis. Jumat, adalah hari baksi social yakni anak diajarkan tentang kebersihan lingkungan tempat belajar dengan langsung praktek. Ditambah pemberian gizi tambahan yang disebutnya jumat sehat, kemudian sabtunya selokah diliburkan.
“Yang memacu saya untuk ajar mereka adalah semangatnya. Walaupun hujan, tetapi mereka pasti datang untuk belajar. Dan saya rasa kerinduan mereka untuk sekolah sangat tinggi,” kisahnya.
Proses belajarnya kata Suster Kuayo, dibagi sesuai jenjang umur atau pendidikan. yakni usia paud hingga TK (4-6 Tahun), usia SD (7-11 Tahun), Usia SPM(12-15 Tahun), serta usia SLTA (16 keatas). Mereka akan diajarkan oleh guru yang berbeda sesuai keahliannya. Ada juga anak pecandu aibon yang ditangani khusus oleh suster Kuayo.
Satu hal yang membuat suster kuayo senang adalah kenakalan yang ada pada umumnya sudah tidak dilakukan anak-anak. Misalnya dalam hal mengisap aibon karena mereka akan saling menegur bila kawannya membeli lem aibon aau nakal.
“Kelakuan mereka sudah berubah, termasuk yang suka aibon juga sudah berkurang bahkan tidak sama sekali,” kata dia.
Suster Kuayo juga mengaku bahwa pernah berkoordinasi dengan Dinas Pendikan agar diberi kesempatan mengikuti paket sesuai jenjang. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada jawaban. Termasuk izin operasional yang diperoleh walaupun sudah berulang kali berupaya.
“Saya sudah berulang kali minta bantu dinas pendidikan untuk surat isin operasional dan paket untuk anak-anak, tetapi sama saja belum ada jawaban,” ucapnya.
Mantan Legislator Papua, Jhon NR Gobai meminta kepada pemerintah setempat melalui dinas pendidikan dan dinas sosial agar memberikan perhatian kepada anak-anak terlantar dan putus sekolah.
“Seharusnya, Pemda melalui dinas teknis segera melihat ini. agar anak-anak bisa mendapatkan mendidikan dan penghidupan yang layak,” tambah Gobai.(Red)

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 Komentar