Dampak ekonomi kehadiran Bandara Kaladiri

Lokasi pembangunan bandara baru Nabire – Bumiofinavandu.
“Bandara baru di Nabire direncanakan tahap pertama bisa beroperasi tahun ini. Tahap kedua akan seperti Bandara Sentani yang bisa didarati pesawat boing. Akan berdampak pada peningkatan ekonomi di wilayah Meepago”
AKTIVITAS pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua terus berlangsung. Saban hari, sejumlah truk lalu-lalang mengangkut material untuk menimbun landasan pacu yang direncanakan 1.600 meter.
Lokasi Bandar Udara Douw Atarure di Kampung Kaladiri, Distrik Wanggar itu pada 20 Desember 2017 pernah dikunjungi Presiden Jokowi. Kemudian 8 Agustus 2019 dikunjungi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional waktu itu, Bambang Brodjonegoro.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Nabire Alfius Douw mengatakan hadirnya bandara baru tersebut dilatarbelakangi beberapa faktor. Di antaranya bandara lama yang masih beroperasi saat ini berada di pusat kota Nabire sehingga sulit dikembangkan.
“Padahal Nabire adalah penyangga delapan kabupaten dan pintu keluar-masuk di wilayah tengah Papua, baik lewat laut maupun udara,” katanya Senin, 25 Januari 2021.
Tujuannya tak lain bagian dari pembangunan maupun pengembangan sarana dan prasarana transportasi sehingga dapat memperlancar mobilitas arus manusia, barang, dan jasa.
Selain itu, kata Alfius Douw, kehadiran bandara yang representatif juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuka akses internasional, baik barang maupun manusia.
“Ini menambah peluang usaha, menambah lapangan kerja baru, dan meningkatkan kunjungan wisata, dan sebagainya,” ujarnya.
Bandara baru yang sudah direncanakan Pemkab Nabire sejak 2006 atau 15 tahun silam ini direncanakan bisa didarati pesawat besar seperti boing dan sekaligus menjadi bandara internasional.
Usaha Pemkab Nabire yang panjang diawali dengan pembangunan tahap pertama pada 2010. Kala itu, kata Alfius Douw, pembangunan dilaksanakan dengan menggunakan dana APBD Kabuaten Nabire lebih Rp154 miliar. Pemkab Nabire menyiapkan kelengkapan administrasi seperti sertifikat tanah, AMDAL, kerangka Acuan AMDAL, Review Master Plan, dan lainnya.
“Namun dalam perjalannya, Pemkab Nabire mengalami hambatan, terutama dalam pembiayaan pembangunan, akhirnya setelah diajukan dan dilobi, pemerintah pusat menyetujui untuk melanjutkan pembangunan sebagai aset nasional yang dibiayai APBN,” katanya.
Lahan yang disiapkan untuk bandara ini 4,5 kilometar persegi. Lahan untuk sarana-prasarana di sisi darat seluas 400 meter kali 1 km. Perlunasan pembebasan lahan masih tinggal sekali pembayaran lagi untuk lahan seluas 500 meter kali 400 meter di sisi pesisir pantai, termasuk 20 meter ke laut.
Rencana jangka panjang, total landasan pacu sepanjang 2,8 km dengan lebar 30 meter. Namun untuk tahap pertama baru 1,6 km yang bisa didarati pesawat jenis ATR.
“Sehingga untuk target awal dengan landasan 1,6 km sudah dilengkapi seluruh fasilitas seperti terminal, kantor, tower, dan lainnya,” katanya.
Untuk tahap kedua hanya sisa landasan pacu yang akan diprogramkan kemudian bersama pemerintah pusat. Jika tahap kedua tuntas bandara ini hampir sama dengan Bandara Sentani Jayapura yang bisa menampung lima unit pesawat boing.
“Jadi proses pembangunan awal menyiapkan lahan dan dukumen-dukumen olah Pemkab Nabire, selanjutnya dengan dana APBN dan menjadi aset pemerintah pusat,” ujarnya.
Meski bandara ini akan menjadi tumpuan transportasi darat sejumlah kabupaten, pembiayaan daerah masih murni dari APBD Nabire dan APBN, tanpa melibatkan kabupaten tetangga.

Bagi Pemkab Nabire, kata Alfius Douw, suatu kewajiban sebagai kabupaten induk yang sudah memiliki cucu, seperti Deyai dan Intan Jaya menyiapkan sarana-prasarana.
“Targetnya akan rampung pada 2021 ini adalah landasan pacu sepanjang 1,6 km, termasuk seluruh sarana-prasarana pendukung, setelah didarati pesawat ATR barulah diusulkan pembangunan landasan pacu sisanya,” ujarnya.
Saat ini bandara lama di Nabire baru bisa didarati pesawat kecil seperti Cessna, Twin Otter, dan ATR. Fasilitas ini secara umum belum berdampak terhadap pembangunan ekonomi daerah, baik kepada masyarakat, maupun pengusaha dan investor.
Alfius Douw optimistis pembangunan bandara baru akan berdampak secara ekonomi, baik kepada pengusaha maupun masyarakat di wilayah Meepago.
“Sebab sejauh ini yang menjadi kendala adalah akses transportasi, khususnya udara, meski masyarakat Nabire mungkin saja menganggap ATR adalah pesawat besar, tapi bagi orang luar itu belum seberapa,” katanya.
Apalagi, kata Douw, Nabire cukup aman bagi investor. Cuma kendalanya yang selalu ditanyakan adalah bandaranya bisa didarati pesawat jenis apa.
Pengusaha kontraktor di Nabire, Valentine Wayar menilai kehadiran bandara baru akan meningkakan pembangunan perekonomian. Di seputaran bandara akan ada usaha-usaha baru seperti hotel, kos-kosan, warung, dan kios. Setelah bandara beroperasi diharapkan Orang Asli Papua (OAP) di wilayah Nabire juga melibatkan diri membuka usaha.
“Pastinya akan sangat berdampak, karena sebagai bandara transit di sinilah pemerintah daerah juga harus menyiapkan OAP untuk diberdayakan,” ujarnya.
Menurut Wayar, bendara lama meski juga dilayani ATR, tapi masih terbatas dan sangat menyulitkan orang untuk bepergian, karena mengantre dalam pembelian tiket.
“Apalagi di masa pandemi ini, pesawat terbatas, mau keperluan pasti antre beli tiket,” katanya.(Sumber; Jubi.co.id)
PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 Komentar