Secara etimologis, kata “toleransi” berasal dari kata “tolerare” dari bahasa Latin, yang artinya: “dengan sabar membiarkan sesuatu”. Kemudian pengertian ini berkembang secara luas menjadi suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan yang berlaku di masyarakat, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang dilakukan orang lain.
Menurut Zagorin Perez (2003), toleransi adalah membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Contohnya toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat, menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda (Zagorin Perez, 2003; dalam How the Idea of Religious Toleration Came to the West, Princeton University Press). Istilah toleransi dapat pula menggunakan definisi “kelompok” yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain.
Hingga saat ini, masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum liberal maupun konservatif. Toleransi dalam konteks umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dengan keyakinan menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain. Dalam masyarakat Pancasila, terutama denga kaitan sila pertama, bertaqwa kepada Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Karenanya, semua agama wajib saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup bersama.(*)