SEBELUM tahun 2010, orang-orang berkomunikasi jarak jauh dengan tinta hitam dan kertas putih. Surat. Telkom (telepon umum koin) harus menempuh puluhan kilometer ke kota (distrik/kabupaten). Zaman begitu mahal dengan akses yang belum memadai seperti hari ini. Sa (saya) menyaksikan orang tua mengirim surat kepada anak mereka yang pergi lanjut sekolah (SMP, SMA, Kuliah) di kota setelah tamat SD.
Surat harus sampai di kota, salah satu cara adalah, menunggu orang yang akan berangkat di airport/bandar udara. Waktu SMP, Sa ikut menulis surat untuk izin tidak masuk ke Sekolah. Tidak untuk orang tua di kampung untuk minta biaya sekolah, orang tua sudah di kota.
“Frengki kemarin dapat surat dari Siska.” kata Berto kepada Sa di halaman sekolah. Berto teman dekat Frengki dan Siska. Berto jadi kendaraan komunikasi Siska dan Frengki. Berto seperti petugas kantor pos.
“Kata-kata sudah pas, tapi kurang gambar bunga-bunga.” kata Sa setelah baca isi surat balasan Frengki untuk Siska di ruang kelas.
“Ko bantu gambar coba.” minta Frengki.
“Ok, Sa tes mari.” balas Sa sambil sodor tangan minta kertas surat dan pulpen dari tangan Frengki.
“Memang Sa teman ini punya bakat melukis, hormat teman mantap sekali.” puji Frengki setelah melihat hasil lukisan bunga dari Sa.
Surat yang berumur tua tertinggal dalam laci meja di ruang kelas III-A. Surat yang mulai ditulis setelah pertandingan sepakbola berakhir di lapangan Siriwini. Jalan Suci.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Jam dua lewat tiga puluh menit ramai di lapangan sepakbola Siriwini. Jalan Suci. Siswa-siswi berdiri berkelompok menyaksikan pertandingan sepakbola. Sekolah mereka akan bermain. Ada yang berseragam sekolah, setengah dan ada yang tidak berkostum biasa. Peluit bunyi. Huru-hara memecah langit Siriwi hingga wasit meniup peluit panjang. Berakhir.
Tahun 2007 pertandingan sepakbola adalah keramaian yang ditunggu-tunggu semua generasi. Tensi sepakbola tinggi, hingga kadang memicu konflik. Piala dunia baru saja digelar di Jerman 2006. Negara Italia menjuarai. Orang nonton piala dunia melalui layar tancap. Belum semua orang punya tv, handphone (hp) hanya milik orang-orang dewasa yang memiliki banyak uang. Tidak seperti sekarang; anak usia TK dan SD sudah memiliki hp.
Dibawa tahun 2010, tawuran masih kuat terjadi. Momen pertandingan sepakbola kadang menjadi arena tinju antara sekolah menengah pertama dan atas (SMP, SMA) Misalnya yang Sa ingat; ketika SMP YPPGI lawan SMP Negeri tiga di lapangan SMK. Pertandingan sepakbola tiba-tiba berubah menjadi pertandingan tinju. Dua kelompok dari masing-masing sekolah saling serang dalam lapangan. Polisi turun tangan. Siswa-Siswi hilang seketika.
Setiap sore, suporter selalu tutup lapangan pertandingan. Berdiri tidak jauh dari garis lapangan. Kadang hakim garis bingung dengan bola yang keluar dari arena lapangan. Euforia sepakbola zaman itu berbeda dengan sekarang. Penonton tidak banyak memadati lapangan pertandingan seperti dulu. Teriakan maki-memaki menjadi lelucon yang asik.
Pertandingan sepakbola kini hanya biasa saja, mungkin karena saat itu game media sosial dalam handphone (HP) android belum ada dalam keluarga. Kebanyakan anak-anak dan dewasa masih bermain (game) dengan sesuatu yang nyata (non fisik)
Sekolah kami juara pertandingan sepakbola di lapangan SMK. Sa pemain kunci di mata coach Nur. Bukan hanya Sa, ada Ambo, Hans dan Frengki. Sa menjadi pemain yang menakutkan bagi lawan saat mereka berhadapan dengan sekolah kami. Sa suka Lionel Messi sebelum Dia menjadi pemain bintang seperti sekarang, tapi kata teman-teman, Sa lebih cocok seperti Adriano Leite Ribeiro dari Negara Brazil _ pemain dengan tendangan kidal yang maut.
“Messi tidak. Ko lebih cocok dengan Adriano.” kata teman Ferry saat kami diskusi sepakbola setelah nonton piala dunia.
Kekuatan hanya tendangan kaki kiri dari jarak jauh/luar kotak penalti, dan sundulan kepala yang bagus. Kadang goal, kadang tidak, kadang hanya kena tiang gawang besi. Tian bergetar depan mata. Satu tendangan persis Sa ingat. Di lapangan Siriwini, jalan suci. Tendangan yang memicu pikiran yang lebih dari sepakbola. Lebih jauh hingga di ruang kelas. Jauh dari lapangan Siriwini.
“Ada Dia ka?” tanya di ruang kelas III-A setelah pagi di Sa kelas. Di Waktu jam istirahat pertama.
Sekarang waktu telah lupa. Banyak hal telah penting. Cukup membagunkan Sa dan tidak berkata lagi sampai hari ini. Ingatan datang begitu dekat pikiran. Wajah yang duduk setiap mata story media sosial membuat bersama di ruang pertanyaan yang entahlah kapan ada ujungnya.
Tidak mungkin lagi Sa akan punya tendangan terbaik depan mata. Tidak akan ada lagi pemikiran yang lebih dari sepakbola. Sekolah telah selesai. Waktu bukan yang dulu lagi. Tersisa sebuah bahasa yang indah untuk lupa.
“Sa tidak paham. Tapi ternyata ada jiwa yang diam akan mencari rumah. Jiwa itu memiliki mata yang tajam, bangkit gaga, menerkam waktu. Jiwa itu kadang berubah dan tidak hitam putih.
Apakah rindu di balik tembok-tembok media, memeluk saat dingin, gegas saat panas. Rasa mungkin bisa dikudeta dengan keras, tapi luka selalu dalam, menempel menjadi duri. Tidak pasti tapi jiwa telah merobeknya. Menyentuh lebih dalam. Budak sekaligus cinta.
Tidak akan melihat ada ujung hari, selain senyum yang berakhir dengan hasrat yang tidak mungkin mati. Menatap sepanjang waktu dengan kenikmatan yang lama.
Semua orang dekat keluar dengan waktu. Merenung bersama sosok yang memiliki waktu begitu banyak, yang merayu, yang memasukan dan merobek jauh tanpa ujung tenang. Bersama Jiwa yang jatuh begitu dalam, kasih dan lemah. Miliknya. Setiap saat.
Bertemu wajah, tebal, besar, tidak berubah sejak itu hingga kini. Bertahan dengan sedih. Begitu dalam dan yang lain hanya penghalang.
Dengan mata yang lemah, melambai di sebuah layar mimpi. Hanya butuh yang pertama; tubuh yang telah merobek. Ada setiap waktu. Hingga benar-benar hancur sebelum kembali mengingat sepakbola masa kecil. Pada yang menendang hingga tiang bergetar.
Siapa pemilik mesin waktu? Tidak ada. Ingatan jiwa ini jika benar. Akan merayu dengan pakaian seperti Itu, tubuhnya akan menembus semua jiwa, merobek dan menelan jika waktu”
Waktu telah usai. Tidak akan ada lagi? Kamu telah membuat lebih dari sepakbola saat itu. Memulainya. Cuma kenapa hanya disitu. Seharusnya Saya dengar kata maaf_tendangan itu sudah buat lebih jauh dari sepakbola. Mungkin cukup hanya imajinasi. Hanya Sa. Sering kali merasa kamu disini. Tapi sayangnya, Sa tidak punya waktu untuk tendangan yang bagus. Seperti di lapangan Siriwini. Jalan Suci. Sekolah. Di ruang kelas III-A.[*]
*Nomen Douw – Bukit Meriam, Februari 2024.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Bumiofinavandu.com”, caranya klik link https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Jangan lupa install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
greate post i like very much..
This resource is incredible. The wonderful data exhibits the manager’s earnestness. I’m stunned and expect more such mind blowing presents.
It is very useful. I will continue to follow บาคาร่าออนไลน์
helloI like your writing very so much proportion we keep up a correspondence extra approximately your post on AOL I need an expert in this space to unravel my problem May be that is you Taking a look forward to see you