Kekuatan Injil telah memerdekakan orang Papua dari kegelapan

Para pemimpin dan peserta Sidang Sinode GKI di Tanah Papua yang pertama, 18-28 Oktober 1956 berpose di depan Gedung GKI Harapan Abepura (Kotabaru dalam/Hollandia Binnen) di Netherland Nieuw Guinea (kini Tanah Papua).. – Bumiofinavandu/Dok Pribadi.

Oleh Y. C. Warinussy.

TULISAN singkat ini, saya tulis dan sampaikan pemikiran sebagai Warga GKI dan salah satu anggota Komisi Keadilan, Perdamaian dan keutuhan Ciptaan (KPKC) Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari.

Bacaan Lainnya

“Datang lah Kerajaan Mu”  (Matius 6:10a) adalah Thema perayaan Hari Ulang Tahun Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, 26 Oktober 2021. Dalam semangat usungan Thema tersebut GKI Di Tanah Papua memperingati Hari Lahirnya dengan melakukan peribadatan baik di kota Jayapura sebagai tempat berdirinya Pusat atau Sentral GKI Di Tanah Papua, maupun di seluruh tanah Papua.

Perjalanan 65 tahun berdirinya GKI Di Tanah Papua sejak 26 Oktober 1956 tidak bisa dilihat lepas dari sejarah pekabaran Injil yang sesungguhnya telah disampaikan oleh Jesus Kristus sendiri sebagai Sang Kepala Gereja di atas Bukit Zaitun pada 2000-an tahun yang lalu. Ketika itu, Jesus Kristus yang disebut Anak Allah”, menyampaikan pesan yang sesungguhnya merupakan perintah untuk mengabarkan Injil ke seluruh penjuru dunia.

Dia berkata dalam Matius 28:18-20 :

“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan dibumi. Karena itu pergilah, jadikan lah semua bangsa murid-Ku dan baptis lah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka  melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”.

Jika kita memahami Perintah Bukit Zaitun ini dalam iman, maka sesungguhnya inilah

“kekuatan dari Injil itu yang telah memerdekakan orang-orang Papua dari kegelapan dan situasi kekelaman masa lalu”.

Ketika hari Minggu, 5 Februari 1855 pada pagi-pagi benar, setelah fajar menyingsing di ufuk Timur, Carl Willem Ottouw dan Johann Gottlob Geissler menginjakkan kakinya di Pulau Mansinam, di bibir Teluk Doreh, mereka dengan kekuatan Tuhan sendiri berdoa dengan mengatakan;

“Dengan Nama Tuhan, kami menginjak Tanah ini”.

Kharisma dan kekuatan Perintah Jesus Kristus di Bukit Zaitun dahulu telah mengilhami kedua zendeling (Ottouw dan Geissler) untuk memulai tugasnya merintis Missi  Pekabaran Injil di Tanah Papua. Tanah yang belum banyak mereka kenal dan mengetahui bagaimana suasana dan dinamikanya ketika itu.

Mereka harus meninggalkan tanah leluhur dan tanah kelahirannya di daratan Eropa ribuan kilometer jauhnya, dan datang ke Tanah Papua yang gelap dan penuh misteri kala itu. Tapi dengan percaya sungguh karena Iman mereka kepada Tuhan, mereka tetap bertahan hingga dapat mendirikan Gereja Tuhan pertama kali di Pulau Mansinam. Dengan jemaat mula-mula yang merupakan persekutuan (eklesia) dan membaptis orang Papua pertama yaitu Sarah.

Sehingga awal mula kerja Ottouw dan Geissler, mendorong Missi Gereja di Negeri Belanda, untuk mengirim sejumlah pendeta kemudian untuk meneruskan pekerjaaan Pekabaran Injil di Tanah Papua yang sudah dimulai dari Pulau Mansinam. Salah satu yang terkenal di kalangan Orang Papua adalah kedatangan Pendeta Izaak Samuel Kijne, yang selanjutnya ditugaskan oleh zending untuk memulai tugas membuka sekolah guru di Miei, Teluk Wondama pada tahun 1920-an atau  65 tahun kemudian.

Kijne kemudian memimpin langkah dimulainya upaya memperkenalkan ilmu pengetahuan sebagai peradaban baru, melalui penyelenggaraan pendidikan di sekolah bagi orang-orang Papua kala itu.

Tanggal 25 Oktober 1925, sehari setelah Kijne tiba di Wasior dan Miei, Dia bertemu tua-tua adat Maniwak seperti Matirere Jakonias Sanggemi, Tuani Bernaard Karubuy, Kolor Kambumi Miei Sayori, Saweri Ayomi, Abrahan Payabai Torey dan Marthinus Sawonggai Ramar.

Dia (Kijne), mengutarakan maksudnya bahwa Dia akan datang ke sebuah tempat di kaki bukit Aitumieri dan meletakkan batu-batu berbentuk mimbar di tempat itu bersama mereka para tua-tua Maniwak. Tujuannya adalah untuk berdoa dan menyerahkan seluruh pekerjaan pelayanan dan Missi zending di Tanah dan Negeri Papua ini.

Lalu pada malam harinya, Pendeta kulit putih yang bisa berbahasa Wandamen itu pergi ke atas kaki bukit Aitumieri dan berdoa, namun tidak jelas apa yang dikatakannya.

Namun para tua Maniwak seperti Yakonias Sanggemi, Saweri Ayomi, Bernaard Karubuy dan Kolor Kambumi Miei Ramar, sempat mendengar tutur kata Kijne yang mengatakan :

“Diatas tumpukan batu-batu ini, saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri,”

Kata-kata Kijne diatas, diilhami dan sangat dipengaruhi oleh Perintah Bukit Zaitun dan Dia Sulung kedua rasul Papua, Ottouw dan Geissler saat menginjakkan kakinya di pantai pasir putih Pulai Mansinam, Minggu, 5 Februari 1855.

Pada akhirnya Gereja Tuhan yang telah tumbuh di Tanah Papua terus berkembang hingga melahirkan sejumlah penganjur dan pemimpin asli Papua. sehingga mereka bersepakat memulai persiapan mendirikan sebuah Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Nieuw Guinea (kini Papua).

Hal itu ditandai dengan dilaksanakannya Proto Synode (persiapan Synode) di Serui tahun 1954. Lalu dua Tahun kemudian yakni Tahun 1956 tanggal 18 hingga 28 Oktober 1956, diselenggarakan Sidang Synode GKI Di Netherland Nieuw Guinea. Yaitu di gedung Gereja Harapan, Hollanda Binnen (Holandia dalam) atau kini disebut Abepura.

Sejak saat itu, GKI berdiri sendiri secara resmi sebagai Gereja yang mandiri dan merupakan organisasi moderen Orang Asli Papua yang pertama sekali ketika itu (1956).

GKI di Tanah Papua secara resmi terdaftar secara resmi dalam data pemerintah Netherland Nieuw Guinea  saat itu sebagai organisasi moderen dengan Ketuanya Pendeta Filep Jacob Spener Rumainum. Berdirinya GKI di l Netherlands Nieuw Guinea yang kini adalah GKI Di Tanah Papua adalah buah dari Pekabaran Injil selama 101 tahun zending di Tanah Papua.

Sehingga GKI mengusung mottonya yang terdapat dalam kitab Efesus 2:20 yang berbunyi; “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”.

Maka lengkap sudah tonggak-tonggak Pekabaran Injil dari Yerusalem, Tanah Perjanjian di Israel ke daratan Eropah melalui Missi penginjilan dan utusan tukang Gossner dan Heldring. Yang kemudian di dalamnya, Ottouw dan Geissler dipilih sendiri oleh Tuhan untuk pergi melalui separuh dari bumi ini, hingga menginjakkan kakinya di Tanah Papua atau Netherland Nieuw Guinea atau Irian Barat atau Irian Jaya 166 tahun yang lalu.

Akhirnya, Sinar Injil itu dipancarkan dari Bukit Aitumieri atas doa peradaban baru Kijne,  sampai lahirnya GKI di Tanah Papua 26 Oktober 1956, yang hari ini diperingat usianya yang ke 65 Tahun dalam semangat; “Datanglah Kerajaan-Mu”.

Sebagai thema sentral bahwa Pekabaran Injil telah merubah tabir kegelapan di Tanah Orang Papua, dan menjadikan Tanah dan Bumi ini menjadi Tanah yang penuh dengan susu dan madu.

Di balik itu, Orang Papua mesti diutamakan dan diberi ruang, waktu dan kesempatan untuk memanifestasikan terang Injil, sebagai buah peradaban dalam membangun diri dan negerinya diatas hikmat dari Tuhan di bawah Terang Injil hari lepas hari.

Akhirnya, Selamat merayakan HUT GKI Ke-65 Tahun di Tanah Papua. Tuhan Memberkati! Syalom.

 (Penulis adalah warga GKI dan anggota KPKC Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari)

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar