Jayapura, Bumiofinavandu – Majelis Hakim akan memutus gugatan yang masyarakat adat suku Awyu, pada 02 November 2023 mendatang, setelah menjalani proses persidangang selama hamper tujuh bulan lebih. Pasalnya, seluruh para pihak penggugat dan tergugat telah mengajukan kesimpulan pada tanggal 20 Oktober 2023 lalu.
Gugatan tersebut dilatarbelakangi terbitnya Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.096,4 Hektar ke PT Indo Asiana Lestari. PT Indo Asiana Lestari merupakan perusahaan modal asing yang dikendalikan Perusahaan asal Malaysia All Asian Group.
“Kuasa Hukum Penggugat telah mengajukan kesimpulan kepada majelis hakim, kesimpulan ini berisi seluruh berbagai fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta-fakta didukung dengan banyak alat bukti surat, keterangan para saksi dan para ahli. Ada 102 bukti surat yang kami ajukan, enam orang saksi fakta, tiga ahli yang memiliki latar belakang penyusun amdal, ahli pertanian masyarakat dan hukum lingkungan, semua bukti ini mendukung argumentasi kami” ujar salah satu kuasa hukum, Tigor Hutapea, dalam siaran pers yang diterima media bumiofinacandu.com.
Rencana perkebunan kelapa sawit tersebut telah ditentang Masyarakat adat suku Aywu. Mereka khawatir akan kehilangan hak tanah adatnya, yang telah dijaga dan kelola turun temurun, sebab mereka sangat bergantung dengan hutan dan tanah tersebut yang merupakan sumber kehidupan. Sayangnya, tindakan sewenang-wenang pemerintah yang tetap memaksa penerbitan izin akhirnya digugat.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menambahkan, koalisi menyimpulkan bahwa proses penerbitan keputusan pemerintah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan penyusunan dokumen analisa dampak lingkungan (amdal), melanggar prinsip validitas data.
Fakta-fakta tersebut terungkap di persidangan, banyak data amdal yang tidak valid, penyusun amdal juga tidak menganalisa nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di lokasi, tidak melakukan analisa dampak deforestasi terhadap perubahan iklim. Penyusun amdal juga dengan sengaja tidak memasukan pendapat masyarakat yang melakukan penolakan.
“Seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan keputusan tersebut terhadap perusahaan,” ujar Gobay.
Gugatan masyarakat Aywu mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Sebuah petisi yang disusun Gerakan Solidaritas Untuk Selamatkan Hutan Adat Papua, ditandatangani 73 lembaga dan 94 individu. Dukungan awal telah diserahkan ke Majelis Hakim, dukungan akan bertambah hingga menjelang putusan nanti.
Selain itu Komnas HAM, berbagai kalangan dari akademisi dan organisasi sipil menyusun Amicus Curie (sahabat peradilan), yang dikirimkan ke Pengadilan.
Berikut daftar amicus curiae (sahabat peradilan); (1). Amicus curiae dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (2). Amicus curiae dari I Gede Agung Made Wardana, S.H., L.L.M., Ph.D. (3). Amicus curiae dari Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik. (4). Amicus curiae dari Pusat Kajian Hukum Adat Djojodigoeno. (5). Amicus curiae dari Koalisi Kampus Untuk Demokrasi Papua. (6). Amicus curiae dari Greenpeace
Tim kuasa hukum dari Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua berharap, putusan hakim dalam sidang putusan 02 November mendatang dapat memutuskan seadil-adilnya atas perkara ini. Putusannya dapat menyelamatkan 26.326 hektar hutan alam kering yang dapat berkontribusi besar membantu mengatasi perubahan iklim dan memulihkan hak Masyarakat adat. [*]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Seputar Papua. Mari bergabung di Grup Telegram “Bumiofinavandu.com”, caranya klik link https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Jangan lupa install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.