[Catatan Akhir Tahun] Catatan akhir 2021, Semoga Nabire berbenah di Tahun 2022 nanti

Titus Ruban –Bumiofinavandu.

Oleh Titus Ruban.

Nabire, Bumiofinavandu –  Kabupaten Nabire, Papua, sudah berumur 25 Tahun, tepatnya pada tanggal 28 Desember 2121 kemarin. Namun sebelumnya Kabupaten ini berdiri sejak Tahun 1966 silam dengan nama Kabupaten Paniai hingga dimekarkan pada 25 Tahun silam dengan nama Nabire.

Bacaan Lainnya

Jumlah Bupati yang memimpin Kabupaten ini sudah mencapai 12 orang. Mereka (Bupati) diantaranya, AKBP Drs. Soerodjotanojo, SH. Karel Gobay, Drs Andreas Soenarto, Drs. Serties Wanma, Letkol Inf. Soekiyo, Joesoef Adipatah, Drs. Herman Monim (Penjabat), Drs. Anselmus Petrus Youw, S.Sos, Drs. Hendrik Pagaya (Penjabat), Isaias Douw, S.Sos, Sendius Wonda (Penjabat), Dokter Anton Mote (Penjabat) dan Mesak Magai, S.Sos).

Di masa pemerintahan para Bupati tersebut, lambat laun sudah mulai berbenah di berbagai bidang, walaupun belum sepenuhnya sesuai harapan masyarakat. Apa lagi Bupati Mesak Magai, baru menjabat beberapa bulan.

Catatan terpahit yang pernah dialami pada Tahun 2021 adalah pemilukada Kabupaten Nabire. Pasalnya sejak Desember 2021 hingga November baru Kabupaten ini memiliki Bupati Definitif akibat beberapa kali melakukan PSU. Namun akhirnya Bupati terpilih dilantik pada pertengahan November 2021 lalu atas Nama Mesak Magai dan Ismail Jamaluddin.

Di bulan Desember, empat Perda tersebut diantaranya, Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang penanganan konflik sosial, Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pariwisata, Perda Nomor 6 Tahun 2021 tentang ketahanan pangan dan Perda Nomor 7 Tahun 2021 tentang BPJS ketenagakerjaan.

Penetapan perda disaksikan Bupati Nabire, Mesak Magai dan Wakilnya Ismail Jamaluddin.

“Perda tentang Penanganan konflik sosial adalah hak inisiatif DPRD Nabire. Sementara tiga lainnya merupakan usulan dari eksekutif,” ujar Ketua Bapemperda DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi belum lama ini.

Kabupaten ini cukup strategis. berada di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC), meliputi Kabupaten Manokwari dan Teluk Wondama di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Nabire di Provinsi Papua.

Kabupaten ini terkenal karena objek wisata yang menjadi ikon Nabire, yaitu hiu paus atau masyarakat sekitar menyebutnya gurano bintang. Lokasinya berada di Pulau Kwatisore, Distrik Yaur.

Ini perlu Perda atau Perbup. untuk melindungi satwa liar seperti penyu demi perlindungan atau konservasi kekayaan alam di Nabire. Untuk mendukung dan memperkuat upaya konservasi yang sementara sedang dilakukan.

Hal lain yang sangat dibutuhkan masyarakat adalah dampak bencana alam serta mitigasi bencana di kabupaten ini. Sebab di Nabire pada 6 Februari 2004, pernah terjadi gempa bumi yang kemudian disusul pada 26 November 2004, berkekuatan 7,2 skala richter. Termasuk banjir Tahunan yang terus menerus menghantam hampir seluruh wilayah di Kabupaten yang memiliki banyak julukan ini.

Karena daerah ini berpotensi bencana alam. Selain gempa, bencana banjir dan abrasi pun perlu diperhatikan. Dari segi infrastruktur khususnya jalan, belum maksimal. Hampir seluruh ruas jalan Provinsi dan Kabupaten berlubang dan rusak parah.

Ada juga jembatan, seperti jembatan yang menghubungkan Kampung Sanoba dan Waharia, yang juga merupakan akses menuju Pantai Wisata Gedo.

Termasuk jalan menuju Pelabuhan Samabusa, dari Siwirini hingga Kampung Air Mandidi di Distrik Teluk Kimi.

Dari segi Pendidikan, masih kekurangan guru. untuk pemenuhan kebutuhan guru banyak yang belum memenuhi standar nasional sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005. Kekurangan guru khususnya berada di wilayah pinggiran, pesisir, dan pedalaman Nabire.

Bidang kesehatan, masih juga kekurangan tenaga kesehatan terutama di daerah pinggiran, selain fasilitas yang tidak menunjang terutama di RSUD Nabire.

Kasus HIV-AIDS juga menonjol  di Nabire. Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan (Dinkes) Nabire, melalui penanggung jawab HIV/AIDS, Fenny Tobing mengatakan, jumlah kasus HIV/AIDS masih tinggi di daerah ini. Jumlah itu berada di angka 8.640 orang yang terdiri dari HIV sebanyak 3.442 dan AIDS sebanyak 5198, sedangkan meninggal sebanyak 466 orang.

“Kasus masih tinggi di Nabire jika dibandingkan dengan kabupaten sekitar di wilayah Papua,” kata Tobing pada Jumat (3/12/21).

Dari jumlah tersebut, menurutnya, bukan hanya penduduk ber-KTP Nabire. Namun sebagian dari kabupaten lain seperti Dogiyai, Deyai, Teluk Wondama dan beberapa kabupaten lainnya yang datang dan berobat di Nabire. Akan tetapi selama ini belum ada bantuan atau keterlibatan Pemda lain (Kabupaten yang warganya berobat di Nabire) untuk bersama-sama menangani kasus di Nabire, walaupun warganya dilayani Dinkes Nabire.

“Warga yang bukan Nabire datang berobat di sini, tapi belum ada dukungan dari Pemkabnya. Jadi semua Nabire yang tanggung,” ujarnya.

Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua, dokter Anton Tony Mote mengatakan, tingginya jumlah kasus tersebut merupakan bagian dari sistem administrasi layanan system rujukan. Artinya kata Dia, terdapat sistem rujukan yang sangat lemah dari beberapa Kabupaten yang berdampingan dengan Kabupaten Nabire.

“Ini hanya soal sistem rujukan, sangat lemah sekali. Sementara RS Nabire adalah layanan rujukan regional. Rujukan ini tidak berjalan,” kata dokter Anton melalui selulernya pada Jumat (03/12/2021).

KPA sendiri tidak memiliki anggaran untuk Kabupaten Nabire karena pemerintah tidak menganggarkan. Untuk menjadi mitra terhadap LSM atau Dinas Kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan penanggulangan HIV. Apalagi belum diketahui pasti pemetaan databasenya di Nabire seperti apa dari beberapa Kabupaten tetangga.

Namun, terpenting adalah perlu dibicarakan bagaimana kinerja Pemerintah dan KPA dalam penanggulangannya.

Di bidang Pemerintahan khususnya penerimaan ASN masih amburadul dari masa ke masa hampir 10 Tahun belakangan. Komisi A yang membidangi Hukum dan Pemerintahan, DPRD Nabire menemukan kejangkan dari hasil penerimaan Calon Pegawai Negeri sipil (CPNS) 2019 dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan data CPNS yang diumumkan Bupati Nabire 2020 silam. Data dari BKN Pusat dan Nabire berbeda.

“Hasil seleksi CPNS tahun 2019 untuk Nabire antara data dari BKN Pusat dan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Bupati Nabire tahun lalu itu tidak sinkron (tidak sama),” ujar anggota Komisi A DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi.

Hasil penerimaan CPNS 2019 ini bahwa setelah mendapatkan data dari BKN Pusat dan menyandingkannya dengan hasil kelulusan sesuai SK Bupati Nabire, maka sedikitnya terdapat tiga orang yang dinyatakan lulus dan terdaftar di BKN Pusat.

Namun, namanya tidak masuk di SK yang dikeluarkan Bupati Nabire.

“Kami sudah cek dan mengantongi data aslinya dari BKN Pusat. Paling sedikit ada tiga nama yang tidak muncul di SK Bupati Nabire,” tuturnya.

Patut dicurigai bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir kemungkinan ada praktek ini dalam birokrasi Pemerintahan Kabupaten Nabire untuk hasil seleksi CPNS. Tentunya, hal ini akan menyulitkan CPNS yang diluluskan melalui keputusan bupati untuk mendapat Nomor Induk Pegawai (NIP) dari BKN karena manipulasi data. Maka kesannya pegawai ASN di kabupaten di ‘leher’ pulau Papua itu ada yang tidak terdata atau terdaftar di BKN Pusat. Pegawai yang begini akan kesulitan dalam mengembangkan karirnya. Maka konsekuensi yang dihadapi pemkab Nabire adalah anggaran daerah yang terkuras untuk pembiayaan gaji pegawai negeri.

Untuk masyarakat adat, juga masih berpolemik. Terutama di kalangan Suku Besar Yerisiam Gua dengan PT. Nabire Baru dalam investasi kelapa sawit.

Kawasan yang ditempati suku Yerisiam Gua punya potensi Sumber daya alam (SDA) baik dari hutan maupun laut. Namun semua itu belum mensejahterakan masyarakatnya.

Salah satu suku pribumi dari enam suku pemilik hak ulayat di Kabupaten Nabire, mendiami daerah ini bagian barat. Golongan ini terdiri dari empat sub suku, seperti sub suku Akaba, Wauha, Sarakwari dan Koroba.

Sebagai bagian dari kepemilikan hak ulayat, Suku Yerisiam Gua memiliki harapan kepada legislatif dan eksekutif sebagai pemegang mandat kekuasaan di Kabupaten Nabire. Hal ini dinilai wajar, kawasan yang ditempati suku Yerisiam Gua punya potensi Sumber daya alam (SDA) baik dari hutan maupun laut. Namun semua itu belum mensejahterakan masyarakatnya.

Berbagai persoalan terus terjadi antara investor dan Suku pemilik hak ulayat tempat perusahaan ini beroperasi.

Sekretaris Suku BesarI siam Gua, Robertino Hanebora menyoal masalah baru yang sedang terjadi saat ini dengan perusahaan sawit itu.

Pasalnya, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) hendak menerbitkan sertifikat kepada perusahaan. Padahal Suku pemilik hak ulayat ini

menilai, perusahaan melanggar perjanjian kerja, karena sejumlah masalah belum dapat diselesaikan.

“Kami (Suku Yerisiam) peringatkan RSPO agar jangan dulu terbitkan sertifikasi kepada perusahaan PT. Nabire Baru),” tegas Sekretaris Suku Yerisiam, Robertino Hanebora pada Minggu (19/12/2021).

Pasca konflik antara masyarakat adat Yerisiam dan PT. Nabire Baru beberapa Tahun lalu. RSPO telah memfasilitasi mediasi antara kedua bela pihak yang melahirkan sebuah MoU, sehingga terjadi kesepakatan yakni dusun sagu harus dibayarkan kepada pemilik hak ulayat. MoU tersebut ditandatangani bersama pada 17 Januari 2019 silam yang menjadi dasar agar persoalan namun tidak dilanjutkan dan ditindaklanjuti oleh perusahaan.

Hanebora menilai, bahwa poin perjanjian tersebut tidak dilaksanakan bahkan tidak di akta notariskan, Akibatnya kesepakatan tidak diakomodir oleh perusahaan. Sehingga, hasil mediasi oleh RSPO yang melahirkan kesepakatan internal itu tidak dijalankan oleh perusahaan. Dan PT Nabire baru belum layak dari segi penyelesaian dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat, karena perusahaan dinilai menghilangkan pasal 4 yang mengatur tentang ketenagakerjaan atau perekrutan karyawan.

Akhirnya, semoga dengan kepemimpinan Bupati Nabire yang baru dengan visi misinya “Nabire aman, mandiri dan sejahtera”. Nabire diharapkan lebih baik lagi dari pemerintahan sebelumnya.(*)

Selamat Tahun Baru 2022, Salam!

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 Komentar