Nabire, Bumiofinavandu – Masyarakat adat Awyu sedang menggugat PT. Indosiana lestari di PTUN Jayapura. Persidangan gugatan masyarakat adat Awyu telah mencapai sesi sidang pembuktian pemeriksaan alat bukti dari pihak tergugat dalam hal ini Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua. Gugatan tersebut terkait perizinan dalam wilayah adat masyarakat adat Awyu oleh PT. Indo Asiana Lestari. Gugatan ini sudah berlangsung sejak 13 Maret 2023 lalu.
Titin Betaubun, Presiden Mahasiswa Universitas Musamus, mengatakan bahwa pemilik hak ulayat Frengky Woro dan masyarakat adat Suku Awyu, sedang melakukan gugatan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim di PTUN.
Titin menjelaskan bahwa gugatan tersebut berkaitan dengan kebijakan dan tindakan penerbitan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Tahun 2021, tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit. Serta pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS/Jam seluas 36.096,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua selatan, pada tanggal 2 November 2021.
“Perjuangan Frengky Woro dan Masyarakat Adat Suku Awyu, perlu mendapatkan dukungan kita semua. Mereka menyelamatkan tanah dan hutan demi keberlangsungan hidup mereka dan anak cucu bahkan generasi yang akan datang. Karena mereka (Masyarakat Suku Awyu) sadar bahwa tanpa Tanah dan Hutan, Suku Awyu dan Masyarakat adat tidak akan memiliki kehidupan yang layak,” jelas Titin dalam keterangan persnya belum lama ini.
Perwakilan tokoh perempuan Marind, mama Elisabeth Ndiwaen mengatakan, setiap perusahaan yang hadir di Papua menciptakan banyak persoalan. Termasuk perusahaan PT. Indosiana lestari.
Hal ini membuat masyarakat adat pemilik hak ulayat, kehilangan. Kehilangan tempat tinggal, tempat cari makan, tempat cari obat-obat, tempat-tempat keramat yang digusur, rawa-rawa sagu yang digusur habis, sehingga membuat hidup menderita, sengsara, diatas tanah sendiri yang diwariskan oleh leluhur.
“Karena itu kami mendukung penuh suku Awyu yang sedang berjuang mempertahankan Tanah adat di PTUN Jayapura,” kata Ndiwaen.
Koordinator Aliansi Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua Selatan (AMPERA PS) Norbertus Abagaimu menambahkan, pemerintah Provinsi Papua melalui DPMPTSP terkesan tidak dapat memahami etika lingkungan dengan bijaksana. Yang terkandung dalam aspek moral ekologis hukum lingkungan itu sendiri, sehingga dalam hal mendistribusikan informasi telah mengabaikan hak-hak konstitusional masyarakat adat.
Padahal, hak konstitusional masyarakat hukum adat tersebut dijamin dalam UUD 1945 pasal 18b ayat (2) bahwa negara mengakui kesatuan hak-hak masyarakat hukum adat itu sendiri.
“Sadar atau tidak, Perjuangan mereka ini penting bagi kita semua. Hutan yang mereka pertahankan Penting untuk keberlangsungan hidup kita. Mereka melindungi Hutan mereka dari ancaman Deforestasi yang sering sekali disebabkan oleh proyek-proyek ekstraktif negara dan pelaku ekonomi lainnya di Papua atau di wilayah lainnya,” pungkasnya.
Berikut adalah beberapa pernyataan sikap aliansi dalam konferensi pers di Merauke; antara lain;
1. Mendukung penuh masyarakat Adat Awyu dan mendesak PTUN Jayapura untuk segera cabut izin usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digoel distrik Mandobo dan Distrik Fofi
2. Mendesak Hakim untuk melihat secara jelih alat-alat bukti yang dihadirkan oleh masyarakat adat Awyu sebagai bukti valid dari masyarakat adat tersebut
3. Mendesak pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini dinas Provinsi Papua dilarang keras menutup semua informasi tentang semua ijin yang telah dikeluarkan karena dokumen tersebut merupakan dokumen yang bukan dikecualikan sesuai dengan UU NO 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
4. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan dilarang keras mengeluarkan ijin-ijin secara sepihak diatas seluruh tanah adat Masyarakat Papua
5. Kami Ampera PS mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera tutup perusahan-perusahan asing yang beroperasi di atas tanah papua mulai dari PT. Freeport, Mifee, Food Eestate, KEK, Blok Wabu, Ing tanggul, bendungan kali-muyu, pertambangan ilegal, dan seluruh investasi asing yang ada di atas tanah adat papua.
6. Mengecam dengan keras pihak-pihak yang melakukan intervensi terhadap proses persidangan gugatan yang dilakukan oleh masyarakat adat awyu di PTUN jayapura
7. Mengecam setiap intimidasi dan tindakan kekerasan fisik oleh Aparat keamanan terhadap Masyarakat Adat yang di wilayah Adat mereka diterbitkan izin, termasuk masyarakat Adat Awyu yang sedang berjuang mendukung proses persidangan gugatan
8. Mendesak oknum-oknum yang berusaha mengekang masyarakat Adat Awyu untuk membatalkan proses persidangan gugatan
9. Pengadilan Negeri Jakarta segera bebaskan Hariz dan Fatiah atas semua tudingan dan dalil yang tidak berdasar. bebaskan tanpa syarat.
10. Pemerintah segera sahkan RUU Masyarakat Adat
Aliando AMPERA PS terdiri dari; Badan Eksekutif Seluruh Indonesia, Badan Eksekutif Universitas Musamus, Mahasiswa Musamus, Masyarakat Adat Independen Papua Komite Kota Merauke, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Jayawijaya Se-Kota Merauke, Perwakilan Masyarakat Adat Suku Awyu, Gerakan Mahasiswa Papua Selatan Peduli Tanah Adat, Himpunan Mahasiswa Malind, Ikatan Keluarga Besar Kampung Sabon Distrik Waan, Lapak Baca Ha-Anim, Dan Tokoh Perempuan Marind Dek.[*]
Dapatkan update berita Bumiofinavandu.com dengan bergabung di Telegram. Caranya muda, Anda harus menginstall aplikasi Telegram terlebih dulu di Android/Ponsel lalu klik https://t.me/wartabumiofinabirepapuatengah lalu join. Atau dapatkan juga di medsos (Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Tiktok) dengan nama akun Warta Bumiofi.