Suku Wate apresiasi Pilkakam serentak, ini permintaannya

Kepala Sub Suku Oyehe, Yohan Wanaha, Kamis (22/09/2022). – Bumiofinavandu.

Nabire, Bumiofinavandu –  Suku Besar Wate, Kabupaten Nabire, Papua, mengapresiasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Kampung (Pilkakam) serentak yang digelar pada Selasa (20/09) kemarin. Bupati Mesak Magai dinilai telah mengembalikan Pilkakam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dibandingkan sebelumnya yang hanya Kepala Kampung ditunjuk melalui surat penunjukan.

“Ini sangat luar biasa, kita harus mengapresiasi Pilkakam serentak,” ujar tokoh masyarakat Suku Besar Wate, Johan Wanaha Kamis (22/09/2022) malam.

Bacaan Lainnya

Namun Wanaha menilai, panitia pemilihan tidak bekerja sesuai dengan mekanisme dan tahapan yang ada dan hal ini hampir menyeluruh di sebagian besar Kampung. Salah satunya di Kampung Wanggar Pantai, Distrik Yaro. Pasalnya, panitia tidak melakukan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), tetapi hanya berdasarkan penyampaian dari masyarakat dan kandidat tertentu.

Wanaha mengaku telah menyarankan kepada kandidat lain agar menyampaikan kepada panitia pemilihan untuk melakukan rapat pleno DPT. Tujuannya agar warga yang sudah pindah atau meninggal tidak muncul dalam daftar pemilih. Sehingga disinyalir ada kepentingan dari kandidat tertentu untuk memenangkan Pilkakam di Kampung Wanggar Pantai.

“DPT ini kan tidak jelas, berapa jumlahnya, dan parahnya warga yang pindah bahkan sudah meninggal masih muncul namanya. Belum lagi pemilih di Kampung Wanggar Pantai tidak diberikan surat undangan, padahal dalam tahapan dan edaran ada undangan kepada warga untuk mencoblos dan lagi pemilih datang langsung coblos tanpa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk. Saya di Wanggar Pantai dan ikuti proses pemilihan, lalu Panitia tidak mengindahkan surat dari Kepala Suku Wate yang menyarankan diakomodir anak asli Wate dari Kampung Wanggar Pantai karena Kampung itu Kampung adat,” tuturnya.

Atas Nama Suku dan masyarakat Wate di Kampung Wanggar Pantai, agar Bupati, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK) serta Komisi A DPRD Nabire agar jeli melihat persoalan ini dan memberikan solusi. Wanaha juga mengaku telah mendatangi Kantor BMPK Nabire dan menyampaikan aspirasi langsung aspirasi tersebut kepada Kepala BPMK Nabire. Dan Kepala BPMK menyatakan bahwa pihaknya akan melaksanakan tahapan sesuai instruksi Bupati.

Dia menilai, BPMK juga tidak melaksanakan proses Pilkakam sesuai mekanisme yang telah ditentukan. Misalkan tidak ada petunjuk pelaksanaan (juklak), kurangnya sosialisasi, bahkan kurang pengawasan terhadap panitia pemilihan.

“Kami minta agar kampung-kampung adat Suku Wate dikembalikan pemilihannya dan diselenggarakan oleh Suku. Dan anak asli suku Wate yang berhak mencalonkan diri. Untuk menghargai suku yang berada di kampung itu,” ungkap Wanaha.

DPRD dan Bupati diminta segera mengakomodir aspirasi masyarakat untuk mengembalikan hal adat Suku Wate dalam pemilihan dan pencalonan Kepala Kampung. DPRD juga diminta mengeluarkan rekomendasi untuk membatalkan pemilihan kepala Kampung di seluruh Kampung adat Wae dari Totoberi hingga Wanggar Pantai.

Jika tidak ditangani, Wanaha mengancam bahwa bagi siapapun yang terpilih menjadi Kepala Kampung di luar Suku Wate, maka dia (Kakam bukan Wate) bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi tanah yang digunakan untuk Kantor Kampung. Bukan hanya itu, rumah dan tanah yang ditempati harus dibayar kembali kepada Suku Wate.

“Ketua DPRD Nabire dan Ketua Komisi A untuk segera mengeluarkan rekomendasi untuk membatalkan pemilihan serentak dan memberikan ruang kepada Suku Wate untuk pemilihan kepala kampung ulang,” tegas Wanaha.

Frans He’i dalam satu kesempatan,– Bumiofinavandu.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi A DPRD Nabire Frans He’i menilai, yang layak untuk mencalonkan diri dan dipilih di Kampung adat adalah masyarakat adat setempat. misalnya di Kampung Totoberi datau Kampung Wanggar Pantai adalah anak asli pemilik hak ulayat. Dan yang layak memilih dan dipilih adalah masyarakat Kampung yang setempat, persoalannya adalah mobilisasi pemilih dari luar kampung.

Sehingga Kampung adat dibatalkan dan dikembalikan kepada adat untuk melakukan pemilihan. Contohnya di Suku Yerisiam di Kampung Sima.

”Kami minta BPMK membatalkan hasil pemilihan di Kampung adat Suku Wate,” pungkas He’i.

Sekedar informasi, Suku Besar Wate memiliki 10 Kampung adat yang tersebar di daerah ini. Kampung-kampung adat tersebut telah ditetapkan dalam Rapat kerja Badan Musyawarah Adat (BMA) Suku Besar Wate Kabupaten Nabire yang digelar sehari pada Senin ( 10/9/2018) silam.

Penetapan 10 Kampung adat itu tertuang dalam 10 poin keputusan bersama, diantaranya;

1. Di luar daripada keenam suku yang ada di wilayah Kabupaten Nabire, untuk tidak menggunakan istilah kepala suku, tetapi menggunakan istilah kerukunan. sebab istilah suku merupakan orang yang memiliki dusun di wilayah tersebut.

2. Menetapkan 10 kampung adat di wilayah Kabupaten Nabire sesuai aslinya.

3. Mengukuhkan 10 kepala suku kampung.

4. Merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah, DPRD, DPRP, Mendagri Agar wilayah kabupaten Nabire yang terdiri dari enam suku besar yang berada di pesisir dan kepulauan, tidak disebut dan keluar dari wilayah adat Meepago. Dengan alasan perbedaan kultur, budaya sebab selama ini terjadi kesenjangan yang besar di berbagai bidang, yakni pemerintahan, politik dan ekonomi.

5. Merekomendasikan anak adat Suku Wate untuk duduk di dalam jabatan politik dan pemerintahan dan juga swasta.

6. Membangun kantor-kantor adat di 10 kampung adat.

7. Merekomendasikan kepada Pemkab Nabire agar kepala kampung adat adalah anak asli Suku Wate.

8. Melarang dengan tegas kepada siapapun untuk tidak mengatasnamakan Kepala Suku Wate atau melakukan pemalangan tanah dan pungutan liar kepada saudara-saudara non papua. Apabila terjadi maka akan dikenakan sanksi adat.

9. Menertibkan kembali administrasi pelepasan Berita Acara Pelepasan (BAP) tanah di wilayah Nabire.

10. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk tidak membiarkan sampah menumpuk di berbagai tempat, terutama tempat-tempat umum seperti pasar dan lainnya. Karena tanah milik Suku Wate harus bersih dari sampah dan apabila terjadi maka Suku Wate akan melayangkan somasi kepada Pemkab Nabire.

Sementara ke-10 kampung adat yang dimaksud antara lain;

1. Kampung Oyehe Kelurahan Oyehe.

2. Kampung Amito Dewi – Totoberi.

3. Kampung Waoha – Sima.

4. Kampung Doho Urere – Samabusa.

5. Kampung Jimina – Kali Bumi.

6. Kampung Ahtam – Wanggar Sari.

7. Kampung Musairo – Nifasi.

8. Kampung Asi Aina – Wanggar Pantai.

9. Kampung Nahi Ahe – Waharia.

10. Kampung Tiare Wao – Karadiri.(*)

Dapatkan update berita dari Bumiofinavandu.com dengan bergabung di Grup Telegram BumiofiNavandu.com. Caranya muda, Anda harus menginstall aplikasi Telegram terlebih dulu di Android/Ponsel lalu klik https://t.me/bumiofinavandu kemudian join. Atau dapatkan juga di Facebook lalu Klik Halaman Bumiofinavandu

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 Komentar

  1. Ping-balik: ai nude
  2. Ping-balik: blote borsten
  3. Ping-balik: namo89