Dari 83 orang ditangkap Polresta Jayapura, 5 orang dijadikan tersangka namun oknum Polisi ganggu iring-iringan pengantar jenazah tidak di proses

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay. – Bumiofinavandu/Dok Emanuel Gobai.

“Kapolda Papua Segera Perintah Kapolresta Jayapura untuk menerapkan SE / 8 / VII / 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana sebagai bentuk implementasi Prinsip Persamaan Didepan Hukum Sesuai Pasal 28d ayat (1) UUD 1945”

Nabire, Bumiofinavandu –  Pada tanggal 28 Maret 2022 saat rekan-rekan dan keluarga Almarhum Awii Pahabol mengantarkan jenazah almarhum ke tempat peristirahatan terakhir di kuburan umum waena, abepura, kota Jayapura ada beberapa rekan-rekan Almarhum Awii Pahabol melakukan pengeroyokan kepada 2 (dua) orang oknum anggota Polisi Polresta Jayapura.

Bacaan Lainnya

Akibat tindakan itu, anggota Polresta Jayapura menangkap 83 Orang rekan-rekan Almarhum Awii Pahabol usai mereka memakamkan Almarhum Awii Pahabol di kuburan umum waena. Dari 83 orang yang ditangkap Polresta Jayapura pada malam hari tanggal 28 Maret 2022 pihak Polresta Jayapura memulangkan 67 orang menahan 21 orang untuk pemeriksaan lebih lanjut. Selanjutnya pada keesokan harinya pada tanggal 29 Maret 2022 pukul 13:20 WIT, pihak Polresta Jayapura pulangkan 16 orang dan menetapkan 5 orang sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana diatur pada Pasal 170 KUHP.

Untuk diketahui bahwa sejak 83 orang ditangkap dan dibawa ke Mapolresta Jayapura, Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Papua sudah datangi Mapolresta Jayapura pada pukul 20:00 WIT untuk mendampingi 83 orang yang ditangkap namun pihak Polresta Jayapura tidak mengijinkan masuk dengan alasan perintah atasan. Sampai pada pukul 22:30 WIT barulah kasat reskrim Polresta Jayapura keluar menemui Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Papua dan mempersilahkan 2 Orang Kuasa Hukum masuk menemui 83 Orang yang ditangkap di halaman Mapolresta Jayapura.

Saat bertemu dengan mereka yang ditangkap, LBH Papua mendapatkan berbagai informasi diantaranya pemeriksaan terhadap kurang lebih 13 sudah dilakukan, artinya pemeriksaan dilakukan tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Selain itu, adanya tindakan kekerasan kepada 83 orang saat mereka diangkut dari waena hingga di halaman Makopolresta Jayapura serta saat interogasi. 

Selain itu, penetapan tersangka terhadap 5 orang tersebut juga menimbulkan persoalan tersendiri karena menurut informasi dari saksi mata 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka tidak melakukan tindakan pengeroyokan terhadap oknum Polisi.

Perlu dijelaskan disini bahwa pada saat peristiwa pengeroyokan terjadi 5 orang yang ditersangkakan ada yang berada di sentani, ada pula yang berada di Kuburan karena bertugas untuk menggali kubur dan ada pula yang berada di atas bak belakang mobil pick up serta dalam mobil pick up sebab dia yang mengemudi mobil pick up.

Atas fakta itu, secara langsung menunjukan bukti bahwa penetapan tersangka terhadap 5 orang dilakukan tanpa didukung oleh alat bukti yang kuat sehingga sangat mungkin dapat dilakukan upaya hukum Praperadilan sebab sekarang penetapan tersangka menjadi salah satu objek Praperadilan. 

Kondisi kesalahan dalam penetapan tersangka sangat dimunkinkan karena berdasarkan fakta kejadian tindak pidana pengeroyokan terjadi sebelum pemakaman sementara penangkapan dilakukan setelah pemakaman.

Atas dasar dua konteks yang berbeda itu sudah dapat diprediksikan bahwa ada kekeliruan dalam penetapan tersangka sebab bisa saja para pelaku sudah tidak berada bersama-sama dengan rombongan yang turun setelah pemakaman atau bisa saja ada masyarakat yang tidak ikut pemakaman yang turut ditangkap pihak kepolisian selanjutnya menetapkannya menjadi tersangka sebagaimana yang dialami oleh salah satu dari kelima orang yang ditetapkan menjadi tersangka.

Berikut inisial kelima orang yang ditersangkakan atas dugaan tindakan pengeroyokan adalah FE, YK, LW, DE dan ES.

Untuk diketahui Peristiwa pengeroyokan Oknum Polisi tersebut bermula ketika kedua oknum polisi menggunakan kendaraan motor jenis CRF selanjutnya masuk ke dalam iring-iringan pengantar jenazah Almarhum Awii Pahabol sehingga rekan-rekan almarhum tidak terima dan menegur kedua oknum polisi selanjutnya rekan-rekan almarhum melakukan tindakan pengeroyokan kepada kedua oknum polisi tersebut.

Fakta itu, dibenarkan oleh Kapolresta Jayapura melalui pernyataannya disebuah media online sebagai berikut : “Waktu yang sama Bripda Bonjosi dan korban Bripda Jason Ohee menggunakan sepeda motor CRF, kemudian diminta untuk mengutamakan dari pada rombongan pemakaman.”Saat itu kedua korban yang menggunakan motor melambung dari kiri mobil jenazah namun dikejar oleh mobil pick up dan memberhentikan serta langsung melakukan pengeroyokan terhadap kedua korban, namun yang satu anggota kita sempat menyelamatkan diri dan Bripda Jason ditarik hingga terjatuh,”katanya.(Baca: https://papua.tribunnews.com/2022/03/30/lima-pelaku-pengeroyokan-terhadap-anggota-polri-terancam-5-tahun-bui).

Secara hukum tindakan kedua oknum polisi di atas secara jelas-jelas merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan “Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan yaitu iring-iringan pengantar jenazah” sebagaimana diatur pada pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Mengingat keduanya sebagai anggota Polisi maka tentunya secara otomatis kedua oknum polisi tersebut melanggar ketentuan kode etik kepolisian khususnya terkait “dalam rangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum” sebagaimana diatur pada Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Atas fakta adanya 2 (dua) peristiwa hukum baik antara dugaan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana diatur pada Pasal 170 KUHP yang dilakukan oleh rekan-rekan almarhum Awii Pahabol serta pelanggaran ketentuan “Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan yaitu iring-iringan pengantar jenazah” sebagaimana diatur pada pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dan Pelanggaran Kode Etik Kepolisian yang dilakukan oleh kedua oknum Polisi sehingga akan sangat tidak adil jika Polresta Jayapura hanya menetapkan 5 orang rekan-rekan almarhum Awii Pahabol sebagai tersangka sementara 2 orang oknum polisi yang melanggar hukum tidak diproses hukum.

Berdasarkan prinsip “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 maka dalam kasus ini semestinya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme Restorative Justice sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Berdasarkan uraian diatas, Lembaga Bantuan Hukum Papua selaku kuasa hukum 5 orang yang ditersangkakan dalam insiden kuburan waena menegaskan kepada :

1. Kapolda Papua Cq Kapolresta Jayapura Jangan Hanya menetapkan 5 orang sebagai tersangka dan lindungi oknum Polisi yang melakukan tindakan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2. Kapolda Papua Segera Perintah Kapolresta Jayapura memproses hukum 2 Oknum Polisi yang melakukan pelanggaran pasal 134 huruf f, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan junto Pasal 3 huruf g, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. Kapolda Papua Segera Perintah Kapolresta Jayapura untuk menerapkan SE / 8 / VII / 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana sebagai bentuk implementasi Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 28d ayat (1) UUD 1945 dalam kasus insiden di Depan Kuburan Waena.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 30 Maret 2022

Emanuel Gobay, S.H.,MH

(Direktur)

[Siaran Pers Nomor : 004 / SP-LBH Papua / III / 2022 dari LBH Papua yang diterima Bumi Ofi pada 30 Maret 2022].

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 Komentar