Nabire, Bumiofinavandu – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan C. Warinussy, meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI), agar terlibat dalam melakukan penelusuran, bahkan ikut menyelidiki insiden berdarah yang terjadi di Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Senin, (02/09) maupun Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, Senin, (13/09/2021).
Warinussy beralasan, diduga keras terjadi indikasi pelanggaran HAM sebagaimna dimaksud dalam amanat pasal 1 angka 6 dari Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Terbunuhnya 4 (empat) orang prajurit TNI AD di Posramil Kisor dan terbunuhnya seorang tenaga kesehatan (nakes) bernama Gabriella Meilani di Kiwirok cenderung menarik untuk diinvestigasi pula oleh Komnas HAM RI.
“Sehingga dapat ditemukan pandangan lain (second opinion) mengenai duduk perkaranya,” ujar Warinussy dalam rilis diterima Bumiofi pada Selasa (21/09/2021).
Sehingga menurut Warinussy, akan memudahkan bagi aparat penegak hukum seperti Polisi dan juga Komisioner Komnas HAM, dalam mengurai motif dari tindakan yang cenderung melanggar perikemanusiaan yang merupakan sila kedua dari Pancasila. Sekaligus merupakan perbuatan pidana dan bersifat melawan hukum.
Kedua kasus ini perlu diselidiki secara hukum menurut amanat UU No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM. Agar kelak bisa diperoleh hasil yang benar-benar memenuhi standar hukum demi penyelesaian masalah secara hukum di Tanah Papua.
“Keinginan para tenaga kesehatan di Kiwirok akan pentingnya jaminan keamanan bagi mereka tentu dapat memberi catatan bagi publik bahwa penyelidikan hukum mesti dilakukan secara independen terhadap kasus Kisor dan Kiwirok ini,” tuturnya.
Sebab kata Dia, kelompok penyerang terhadap aparat TNI AD di Kisor maupun Nakes di Kiwirok cenderung menimbulkan pertanyaan apa yang menyebabkan para pelakunya begitu sadis dan brutal? Padahal hampir rata-rata diantar para korban dan para penyerang sudah ada hubungan sosial bahkan komunikasi yang baik sebelumnya. Apakah ini sesuatu aksi yang bersifat by design (direncanakan atau dirancang) sebelumnya?
Siapa sesungguhnya yang berada di balik aksi brutalisme di Kisor dan Kiwirok? Pernyataan Juru Bicara TPN OPM Sebby Sambom yang senantiasa hadir dan mengatakan kelompoknya bertanggung-jawab menurut pandangan saya cenderung tidak mendasar.
“Demikian juga pernyataan Kapolda Papua maupun Kapolda Papua Barat bahwa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) terlibat dalam aksi-aksi tersebut juga sedikit aneh dan menimbulkan banyak pertanyaan. karena dari fakta perkara pidana pembunuhan seorang anggota Brimob Mesak Viktor Pulung pada April 2020 di Base Camp PT. Wana Galang Perkasa yang pernah kami dampingi para tersangkanya sama sekali tidak ada benang merah yang bisa membuktikan bahwa KNPB ataupun TPN PB terlibat,” kata Warinussy menjelaskan.
Lanjutnya, Ia teringat pada kisah “hilang”nya Michael Rockefeller di pantai Asmat, Pantai Selatan Papua pada (18/11/1961) silam, yang akhirnya meninggalkan stigma bahwa orang Papua (orang Asmat) telah membunuhnya dan memakan daging tubuhnya karena kebiasaan hidup kanibal.
Padahal ada saksi yang mengetahui persis saat-saat terakhir Rockefeller muda akan “hilang”, karena berusaha berenang melawan arus sungai dan laut yang deras dan kuat kala itu.
“Pemberitaan media cetak dan online yang cenderung tidak berimbang bisa menjadi suatu model pembentukan opini bahwa orang asli Papua di Kisor dan Sekitarnya termasuk Kiwirok dan sekitarnya merupakan orang-orang kasar. berkarakter pembunuh yang mesti dimusuhi dan dihadapi dengan penempatan personil aparat keamanan dalam jumlah besar justru kian menjadi benih-benih terjadinya kekerasan lain terhadap rakyat sipil Papua yang tidak berdosa kini dan masa depan,” pungkasnya.(*)
11 Komentar