Nabire, BumiofiNavandu – Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan sejak 2011 membuat program SM3T atau Sarjana Mengajar untuk daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan. Program tersebut bertujuan mempercepat pembangunan pendidikan di daerah 3T. Para sarjana keguruan yang ikut program dikontrak selama setahun dan dikirim ke daerah 3T.
Kabupaten Nabire, Papua pada 2017 mendapat jatah guru SM3T sebanyak 55 orang yang disebar ke sekolah-sekolah yang kekurangan guru di daerah 3T.
Sayang program pemerintah pusat tersebut kemudian terhenti. Pemkab Nabire khawatir setelah penghentian program, sekolah-sekolah di daerah 3T akan kembali kekurangan guru.
“Program dari kementerian itu sebenarnya sangat bagus, tapi tidak ada lagi pengiriman ke Nabire,” kata Yulianus Pasang, kapala Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire di kantornya, beberapa waktu lalu.
Untuk mengatasi kekurangan guru di daerah 3T tersebut, Pemkab Nabire kemudian merekrut 100 orang tamatan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) Universitas Cenderawasih Kelas Nabire. Mereka disebar ke berbagai lokasi di daerah 3T.
“Kebutuhan terus meningkat, sebab belum seluruh sekolah di daerah 3T terpenuhi, Pemkab Nabire menambah 30 guru lagi untuk dikontrak 2021, jadi saat ini total 130 guru kontrak,” kata Yulianus.
Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire membayar guru kontrak Rp2,5 juta per bulan dari dana Otsus Papua. Total anggaran untuk gaji mereka Rp3 miliar per tahun.
Pembayaran gaji dilakukan sekali dalam empat bulan setelah dana ditransfer Pemprov Papua.
“Namun sebelum mereka menerima upah harus dilakukan pengecekan dan absensi oleh Dinas Pendidikan Nabire dengan menerima laporan dari kepala sekolah masing-masing,” katanya.
Jika guru kontrak tidak melaksanakan tugas, jarang di tempat, atau hanya melaksanakan tugasnya satu minggu, Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire akan mengambil tindakan. Bahkan bisa saja memberhentikan jika kedapatan kurang maksimal dalam bekerja.
“Sebelum gajinya dibayar harus diverifikasi untuk mengecek absen kehadirannya dulu, bisa saja kami berhentikan kalau ada yang jarang di tempat tugas,” katanya.
Ia berharap guru kontrak dapat melaksanakan tugas dengan bersungguh-gungguh dan melakukan pekerjaan sebagai guru dengan hati yang tulus.
“Sebab upahnya dari Dana Otsus, jadi harus benar-benar ikhlas untuk mengajar anak-anak Papua agar meraih masa depannya,” katanya.
Jhoni Tuluran, guru kontrak di SD YPK Eben Eizer Kampung Moor, Distrik Kepulauan Moora mengisahkan ia sudah mengabdi selama tiga tahun di sekolah tersebut. Tapi ia menjadi guru kontrak Dinas Pendidikan Nabire baru satu tahun.
Sebelumnya ia dikontrak sebagai guru oleh Kampung Moor. Gajinya akan dibayar setelah pencairan dana Kampung.
“Baru masuk guru kontrak Dinas Pendidikan sejak Januari 2021, kalau dulu dikontrak oleh kepala Kampung,” ujar Tuluran.
Menurutnya melaksanakan tugas sebagai guru merupakan bentuk pengabdian terhadap masyarakat, terlebih di wilayah 3T yang jauh perkembangannya dari kota. Ia merasa tanggung jawab sebagai guru harus dilakukan sepenuh hati karena ia telah memilih menjadi guru.
Karena itu mau tak mau ia harus selalu berada di tempat tugasnya dan melaksanakan tanggung jawabnya.
“Sebab jika tidak di tempat tugas lalu bagaimana perasaan saya ketika menerima gaji? Makanya saya jarang ke kota, kecuali membeli keperluan hidup,” ujarnya.
Menurutnya menjadi guru di daerah terpencil adalah pilihan profesi. Ia digaji untuk melakukan pekerjaan tersebut.
“Jadi mau tak mau, suka tak suka, saya harus melaksanakan tugas. Saya prihatin dengan anak-anak, jadi panggilan hati saya adalah harus ajar anak Papua untuk pintar,” kata pria Toraja itu.
Denny Laturiuw, guru SD YPK Elim di Kampung Napan, Distrik Napan, Nabire, Papua mengatakan bahwa Dinas Pendidikan menempatkan lima guru kontrak untuk membantu di sekolah itu. Sebab sekolah itu hanya memiliki dua orang guru yang berstatus PNS. Ia mengaku kehadiran kelima guru kontrak di sana sangat membantu.
Ia mengisahkan, kelima guru tersebut jarang ke kota, kecuali saat libur atau mencari kebutuhan sehari-hari.
“Mereka sangat membantu dari sisi tenaga pendidik dalam memenuhi kebutuhan dan kualitas pendidik tamatan sarjana Strata I,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, dari sisi pembiayaan sangat meringankan beban sekolah yang sebelumnya membiayai guru honor dari dana BOS. Dengan adanya guru kontrak yang digaji dari Dana Otsus, dana BOS bisa digunakan untuk keperluan lain.
“Mereka sangat membantu kami, tanpa mereka sekolah kami berjalan dengan kaki satu,” katanya. (*)
16 Komentar