Perlu evaluasi OPD teknis yang menangani banjir

Nabire, Bumiofinavandu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nabire akan memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait yang membidangi bencana dan pengairan. seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Hal ini guna mempertanyakan penanganan banjir dan musibah alam termasuk kebakaran yang sering terjadi di Nabire.

Bacaan Lainnya

Menurut legislator Sambena Inggeruhi, pihaknya akan mengevaluasi beberapa persoalan krusial terkait bencana. Sebab, APBD Nabire Tahun 2019 mencapai 1,3 trilyun namun ketika DPRD ingin mengupdate DPA-DPA pada setiap SKPD tetapi sangat tertutup. Bahkan ada OPD yang menyampaikan bahwa DPA SKPDnya tidak disampaikan kepada mereka (OPD) hingga akhir Tahun ini.

“Namun, DPA hanya diketahui oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). hal ini baru kami ketahui saat LKPJ Bupati Tahun 2019 beberapa waktu lalu,” tutur Inggeruhi.

Misalnya kata dia, DPA Dinas PUPR mencapai 117 milyar. Lalu belanja tidak langsung kurang lebih 7 milyar dan belanja langsung kurang lebih ada 109 milyar. Kemudian kurang lebih ada 18 milyar untuk program pembangunan jaringan irigasi, rawa dan pengairan. ada pembangunan bendungan tetap di Yaro 2 yang tidak dikerjakan sementara anggarannya sudah tidak ada.

Artinya, kontrol anggota DPRD sebelumnya kurang jelih, akibatnya banyak pekerjaan yang tidak dikerjakan. Sehingga dari hasil kunjungan ke lokasi banjir, para anggota dewan sudah bersepakat untuk mengevaluasi dan akan memanggil instansi teknis. misalnya PUPR dan BPBD agar mempertanyakan bagaimana sikap pemerintah melalui OPD dalam penanganan banjir yang selama ini terjadi.

“Jadi kami akan panggil lalu akan bersama-sama mengevaluasi agar menjadi rujukan terkait dengan kondisi banjir oleh Dinas PUPR misalnya. Dia harus sampaikan apa dan penanganannya seperti apa. Kemudian kita mendorong untuk dimasukan ke dalam RKA untuk Tahun 2021 dan itu kita akan control, sehingga RKA instansi teknis tidak asal-asalan tetapi harus masuk didalam rencana anggaran sesuai kebutuhan agar tidak terkesan ada proyek fiktif terjadi seperti saat ini. jangan hanya di RKA ada tapi lapangan tidak ada,” kata dia.

Anggota DPDR Nabire dari Dapil empat ini, mengaku sangat menyesal sebab Distrik Yaur adalah Distrik yang turut menyumbang PAD terbesar di Kabupaten Nabire. Misalnya saja, perusahaan sawit di Wami menyetor PAD sebesar hampir delapan milyar pertahun yang disetor ke Negara, lalu Daerah mendapatkan dana bagi hasil. Belum lagi dari Dinas perikanan melalui izin nelayan, kehutanan dan sebagainya. 

Akan tetapi untuk normalisasi bantaran-bantaran sungai di wilayah ini tidak pernah dilakukan. Sehingga bila publik menyoroti banjir terjadi akibat pembabatan hutan oleh perusahaan sawit boleh-boleh saja, akan tetapi itu merupakan progam penggembangan ekonomi daerah.

“Tapi jangan lupa bahwa yang merasakan hasil bukan masyarakat tetapi Negara yakni Pemerintah namun manfaat untuk masyarakat tidak ada. Jadi kami akan control agar di Tahun 2021 harus dibangun oleh dana APBD dan saya juga minta Pemkab Nabire segera mengaudit dana bagi hasil dari perusahaan sawit,” lanjut Inggeruhi.

Anggota DPRD lainnya, Aten Madai juga meminta kepada pemkab Nabire melalui instansi teknis untuk memperhatikan dan menangani persoalan banjir di wilayah ini.

“Saya minta agar PUPR dan BPBD serius tangani banjir di Yaro dan Wami. Harus cari tau apa masalahnya dan selesaikan sehingga kedapan warga di sana merasa nyaman dari persoalan banjir,” tambah Madai.(Red)

PHP Dev Cloud Hosting

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *