Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengungkapkan pengesahan RUU PPRT ini bertujuan menciptakan hubungan industrial kondusif tanpa diskriminasi antara PRT dan pemberi kerja. |
“Pekerja Rumah Tangga atau PRT dia yang selalu dekat dengan kita, dia yang selalu membantu pekerjaan rumah kita sehari hari, dan dia juga yang berjasa untuk keluarga kita. PRT memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perekonomian global melalui tingkat angkatan kerja nasional. Jumlah dari PRT diperkirakan lebih dari 4 juta jiwa dengan persentase 75 persen PRT merupakan perempuan. Oleh sebab itu, hal yang tidak boleh terlewatkan dalam RUU PPRT ialah pentingnya perjanjian kerja antara PRT dan pemberi kerja guna memastikan hak dan kewajiban kedua belah pihak dan penegakan norma kerja,” ungkap Menteri Ida.
Menteri Ida menambahkan dalam kenyataannya masih banyak permasalahan yang harus dihadapi PRT di Indonesia diantaranya; PRT yang sampai saat ini belum dianggap sebagai sebuah profesi; rata-rata jam kerja PRT lebih panjang dari pekerja pada umumnya; sebesar 63 persen PRT bekerja 7 hari dalam seminggu; banyaknya PRT yang tidak memiliki perjanjian atau kontrak kerja yang jelas; dan minimnya perlindungan jaminan sosial dan asuransi bagi PRT.
“Adapun tujuan perlindungan PRT ialah memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja, mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan seksual, mengatur hubungan kerja yang harmonis, meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan PRT, dan meningkatkan kesejahteraan PRT. Perlindungan terhadap PRT sudah menjadi perhatian bagi pemerintah namun tidak akan terwujud tanpa adanya sinergi dari seluruh pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengajak kita semua, mari bersama kita dukung pengesaan RUU PPRT dan serukan stop kekerasan terhadap pekerja rumah tangga mulai dari diri kita sendiri dan keluarga,” tambah Menteri Ida.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto mengatakan setelah melalui 16 tahun perjuangan di DPR untuk mendapat legitimasi atas statusnya yang sempat mandek/mangkrak, pengesahan RUU PPRT ini akan menjadi sejarah baru dalam penghapusan kekerasan dan diskriminasi di Indonesia, khususnya terhadap PRT. RUU PPRT akan diusulkan menjadi RUU Inisiatif dan akan disidang paripurnakan pada Selasa, 14 Juli 2020 dan Kamis, 16 Juli 2020.
“Kami sangat bersyukur pada periode DPR 2020 – 2024, RUU PPRT ini mendapatkan perhatian sejumlah anggota DPR. RUU PPRT ini menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dalam perlindungan pekerja dan warga negara Republik Indonesia karena bersifat mengikat dan adanya kepastian hukum. Maka dari itu perlu ada pengawalan dari kita semua,” ujar Giwo.
Seperti yang kita ketahui bersama, PRT merupakan pekerjaan yang rawan dan rentan dalam perlindungan hukum karena wilayah kerja bersifat domestik dan privat sehingga tidak ada kontrol dan pengawasan Pemerintah. Padahal praktik situasi kerjanya rawan dan rentan terhadap diskriminasi seperti pelecehan terhadap profesi, eksploitasi, dan kekerasan baik secara ekonomi, fisik dan psikis (dalam bentuk intimidasi maupun dalam bentuk isolasi).
“Di dalam RUU PPRT nantinya harus dipastikan adanya hak dan kewajiban yang berimbang antar PRT dan pemberi kerja agar memberikan perlindungan dalam bentuk penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan, dan kepastian hukum. Hal ini juga merujuk kepada Sustainable Development Goals (SDGs) yang menyebutkan No One Left Behind, guna meningkatkan kualitas hidup secara ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan PRT sebagaimana pekerja lainnya tanpa ada yang tertinggal, serta memperjuangkan hak dan kewajiban yang seimbang antara PRT dan pemberi kerja,” ujar Giwo.(Red, Publikasi Kemen PPPA)
7 Komentar