KIM Online – Dilansir dari situs Jerusalem Post, Timur Tengah (8 SEPTEMBER 2019), Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui tweeted pada Sabtu malam membatalkan negosiasi damai yang direncanakan dengan Taliban setelah kelompok Taliban melakukan serangan di Kabul yang menewaskan seorang tentara AS dan 11 lainnya meninggal.
Salah satu dari ledakan itu menewaskan Sersan Satu Angkatan Darat AS, Elis A. Barreto Ortiz, 34 tahun dari Puerto Riko, sehingga jumlah tentara Amerika yang tewas di Afghanistan tahun ini menjadi 16 pasukan.
Pejuang Taliban, yang kini menguasai lebih banyak wilayah sejak 2001, melancarkan serangan baru di kota-kota utara Kunduz dan Pul-e Khumri selama sepekan terakhir dan melakukan dua pemboman bunuh diri besar-besaran di ibu kota Kabul.
Kelompok pemberontak terus bernegosiasi dengan Amerika Serikat dan menuntut agar semua pasukan asing pergi.
Amerika Serikat mengakhiri peran tempurnya pada tahun 2014, meskipun 20.000 pasukan AS dan NATO tetap ada. Mereka masih melatih dan mendukung pasukan Afghanistan melawan Taliban yang takut karena situasi akan rentan jika Amerika Serikat pergi.
Sekretaris Negara Mike Pompeo menolak untuk menandatangani perjanjian damai dengan Taliban, menurut majalah TIME. Kesepakatan itu tidak akan menjamin kehadiran pasukan kontra terorisme AS untuk memerangi al Qaeda demi kelangsungan hidup pemerintah pro-AS di Kabul, atau bahkan mengakhiri pertempuran di Afghanistan, demikian menurut para pejabat yang akrab dengan negosiasi perdamaian.
“Tidak ada yang berbicara dengan pasti. Tidak ada,” kata seorang pejabat Afghanistan yang adalah bagian dari briefing tentang kesepakatan dengan TIME. “Itu semua didasarkan pada harapan. Tidak ada kepercayaan. Tidak ada sejarah kepercayaan. Tidak ada bukti kejujuran dan ketulusan dari Taliban.”
Komunikasi yang dicegat menunjukkan bahwa Taliban “berpikir mereka telah membodohi AS sementara AS percaya bahwa jika Taliban curang, mereka akan membayar harga yang lumayan,” kata pejabat Afghanistan itu.
“Belum ada kesepakatan untuk ditandatangani. Jika dan ketika ada kesepakatan yang disetujui oleh semua pihak, termasuk Presiden Trump dan jika Sekretaris melakukan penandatangan yang sesuai, ia akan menandatanganinya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus kepada TIME (Red)
7 Komentar